Dari hasil pemeriksaan Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Bawaslu Banyuwangi, terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan laporan terhadap Kades Gintangan.
“Kesimpulan Bawaslu menyatakan itu memenuhi unsur. Namun kesimpulan pihak kepolisian dan kejaksaan tidak memenuhuni unsur,” tegas Ansel.
Dari perbedaan pendapat tersebut membuat pihak Bawaslu nampak gamang. Karena dua lembaga lain menyatakan tidak sepakat melanggar, sedangkan Bawaslu menyatakan sikap sepakat melanggar.
“Karena dari pihak polisi dan kejaksaan menyatakan tidak memenuhi unsur, maka kami sepakat itu dihentikan. Kesimpulan antara lembaga itu memang mempunyai pendapat yang bebeda-beda dalam menyikapi peristiwa tersebut,” ungkap Ansel.
Baca juga: Mahfud MD soal Arah Politik Usai Pemilu: Mungkin Dinamika Mulai Terjadi Tanggal 23 April
Menurut Bawaslu, tindakan yang bersangkutan menghadiri acara kampanye tersebut sudah melanggar Pasal 282 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada pasal itu disebutkan setiap pejabat negara termasuk kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
“Bagi kami Bawaslu, itu sudah memenuhi unsur, dalam frasa tindakan tersebut bisa dikategorikan menghadiri saja, bisa masuk kategori tindakannya,” tegas Ansel.
Ansel juga menjelaskan letak perbedaan kenapa laporan terhadap Kades Gintangan tidak memenuhi unsur dari sudut pandang kepolisian dan kejaksaan.
“Kalau keputusan harus menyatakan, dan harus dibuktikan dengan surat keputusan, karena dia sebagai kepala desa. Kalau ngomong tindakan, di mana pun yang bersangkutan ada itu melekat jabatan kepala desanya. Itu perbedaan pihak kepolisian dengan kejaksaan,” imbuhnya.
Ansel melanjutkan tentang narasi menguntungkan dan merugikan, menurut kejaksaan harus dibuktikan berapa jumlah kerugian materil dan apa bentuknya.
“Kalau kita tidak, di dalam Pasal 282 kembali ke norma. Di dalam UU Nomor 7 itu hanya tiga kerangka umum. Pertama dia mengatur, yang kedua melarang dan yang ketiga memberi sanksi,” tegas Ansel.
Menurut Ansel, aturan tersebut berlaku untuk semua peserta pemilu.
“Itu berlaku untuk semua peserta pemilu. Satu saja subyek hukum warga masyarakat yang sudah berusia 17 tahun ada yang melanggar saja. Misal kerangka melarang, dia termasuk subyek hukum itu. Jadi, bagi kami kerugikan berapa materil, apa bentuknya tidak perlu dibuktikan, Bawaslu begitu. Karena itu lebih masuk ke pidana,” jelas Ansel.
Bawaslu Banyuwangi menyimpulkan, tafsir terhadap tindakan dan menguntungkan atau merugikan dalam Pasal 282 tersebut yang menyebabkan perbedaan sikap antara Bawaslu, Kejaksaan dan pihak Kepolisian.
“Jadi tafsir tindakan dan menguntungkan atau merugikan itu yang membuat perbedaan antara Bawaslu, Kejaksaan dan Kepolisian,” tutup Ansel.
Sementara itu, Menurut Bidang Hukum Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud Banyuwangi, M. Yusuf Febri, kasus yang dilaporkan oleh perseorangan tersebut telah diregistrasi oleh Bawaslu Banyuwangi.
“Laporan itu telah memenuhi unsur formil dan materiil, sesuai Pasal 454 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Yakni sudah diberi nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu dan tempat kejadian perkara dan uraian kejadian,” kata Yusuf.
Yusuf justru mempertanyakan alasan Gakkumdu menghentikan pelaporan kasus tersebut. Sebab ada perbedaan pendapat yang dinilai tidak mendasar atas penghentian pelaporan.
“Lha ini ada apa? Bawaslu menyatakan telah memenuhi unsur formil dan materiil, tapi yang kepolisian dan kejaksaan kok tidak. Padahal dokumen berupa print foto, video dugaan pelanggaran, saksi semua ada,” tegas Yusuf.