Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perselingkuhan Istri Kades dengan Sekdes di Tuban yang Berujung Maut

Kompas.com, 28 Maret 2024, 21:05 WIB
Hamim,
Farid Assifa

Tim Redaksi

TUBAN, KOMPAS.com - Jano (45), terdakwa kasus pembunuhan Agus Sutrisno (33), sekretaris Desa (Sekdes) Sidonganti, Kecamatan Kerek, Tuban, Jawa Timur, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Tuban dengan agenda mendengarkan keterangan sejumlah saksi.

Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi, di antaranya istri terdakwa Ririn Rumaida, istri korban Yayuk Sri Kasiyani dan Kepala Desa (Kades) Sidonganti, Kecamatan Kerek, Ahmad.

Baca juga: Kasus Pembunuhan Sekdes di Tuban, dalam Sidang, Istri Pelaku Akui Selingkuh dengan Korban

Juru Bicara PN Tuban, Rizki Yanuar mengatakan, hari ini PN Tuban kembali menggelar sidang lanjutan atas nama terdakwa Jano. Untuk agendanya yaitu mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU.

"Ada tiga saksi yang dihadirkan dalam persidangan kali ini, pertama adalah Ririn Rumaida, Yayuk Sri Kasiyani dan Ahmad," terang Rizki Yanuar dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (28/3/2024).

Pengakuan selingkuh

Dalam persidangan yang berlangsung Hari Selasa (26/3/2024) kemarin, saksi Ririn Rumaida mengakui pernah melakukan hubungan perselingkuhan dengan korban pada tahun 2019 lalu.

Hubungan antara saksi dengan korban tersebut terjalin dengan intens saat keduanya ikut penjaringan perangkat desa serentak di Kabupaten Tuban. 

Bahkan, saksi juga mengaku pernah melakukan hubungan badan layaknya pasangan suami istri selama berselimgkuh dengan korban.

Seiring berjalannya waktu, hubungan perselingkuhan saksi dan korban diketahui oleh terdakwa melalui chat atau pesan singkat yang tersimpan di ponsel saksi.

Selanjutnya, saksi dan kedua anaknya diajak merantau ke Kalimantan oleh terdakwa dan tidak pernah pulang hingga korban dibunuh oleh terdakwa. 

"Saat berada di Kalimantan, terdakwa seringkali pulang kampung, tetapi saksi tidak pernah ikut pulang," ungkapnya.

Sedangkan, saksi Yayuk Sri Kasiyani yang merupakan istri korban justru tidak mempercayai pengakuan saksi Ririn Rumaida yang pernah berselingkuh dengan korban.

Yayuk Sri Kasiyani yakin korban tidak mungkin berselingkuh dengan saksi Ririn Rumaida karena antara terdakwa dengan korban masih ada hubungan keluarga.

Kematian korban diyakini ada dugaan campur tangan dari pihak lain selain terdakwa, karena sebelum terjadi pembunuhan, dua terdakwa sempat melakukan pertemuan dengan kepala Desa Sidonganti.

Saksi Yayuk Sri Kasiyani menceritakan korban seringkali mengeluh kinerjanya di kantor sebagai sekretaris desa tidak dihargai dan diremehkan perannya oleh atasan. 

"Mereka yakin kematian korban ada kaitannya dengan pertemuan dua terdakwa dengan saksi Ahmad, kepala Desa Sidonganti," terangnya.

Sementara, saksi Ahmad yang merupakan kepala Desa Sidonganti mengakui adanya pertemuan dengan terdakwa pada malam hari sebelum peristiwa pembunuhan itu terjadi. 

"Pada waktu itu memang ada pertemuan," terang Ahmad kepada wartawan.

Ahmad menepis pertemuannya dengan terdakwa dan adiknya tersebut membahas terkait rencana pembunuhan Agus Sutrisno. 

Melainkan dalam pertemuan itu hanya membahas soal pekerjaan dan usaha pasir 

"Pembicaraan nggaj ada kaitannya bunuh membunuh. Hanya membicarakan terkait bisnis pasir," imbuh Ahmad.

Ahmad juga menyampaikan, sebelum peristiwa pembunuhan itu terjadi, hubungannya dengan korban baik-baik saja dan tidak ada permasalahan apapun.

Namun, keterangan dan pernyataan saksi Ahmad dalam persidangan tersebut sempat ditanggapi langsung oleh terdakwa Jano. 

Jano mengaku tidak tahu menahu soal pekerjaan tentang pasir silica atau tambang pasir seperti yang dikatakan oleh Kades Ahmad.

"Tidak membahas pasir silica, saya tidak tahu," terang Jano kepada hakim

Uzan Purwadi, Majelis Hakim dalam persidangan tersebut, masih terus menggali keterangan saksi Ahmad yang dihadirkan. 

Sebab, dari keterangan saksi terdapat perbedaan dengan hasil BAP Terdakwa Jano dan Terdakwa Nardi.

Baca juga: Dugaan Perselingkuhan di Balik Pembunuhan Sekdes di Tuban, Pelaku Serahkan Diri ke Polisi

"Ada silang pendapat keterangan dari saksi dengan keterangan terdakwa, ini yang harus dikejar dari para saksi," tuturnya.

Sebelumnya, peristiwa pembunuhan Agus Sutrisno, sekdes Sidonganti itu terjadi di Jalan Raya Kerek-Montong turut Desa Hargoretno, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. 

Saat itu, korban sedang mengendarai motor Nopol S 2182 EAF dari arah selatan ke utara, Selasa, 24 Oktober 2024 lalu.

Korban sempat ditabrak dari belakang oleh mobil pikap nopol A 8382 YX oleh terdakwa hingga terjatuh.

Setelah korban terjatuh, terdakwa lalu menghajarnya dengan senjata tajam yang dibawanya dari rumah. 

Korban yang berlari ke tengah ladang pun dikejarnya dan dibacok terdakwa hingga meninggal.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau