BLITAR, KOMPAS.com – Ribuan petani di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang selama beberapa tahun terakhir menanam tebu di kawasan hutan di wilayah Kabupaten Blitar menolak tawaran kerja sama bagi hasil yang ditawarkan Perum Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Blitar.
Petani penggarap dari lima desa di empat kecamatan itu menyampaikan penolakan pada skema kerja sama yang ditawarkan Perum Perhutani KPH Blitar kepada Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar saat rapat dengar pendapat di Gedung DPRD Kabupaten Blitar pada Selasa (24/10/2023).
“Kami sampaikan kepada Komisi I DPRD Kabupaten Blitar terkait penolakan petani penggarap di lima titik terhadap kerja sama dalam skema perhutanan sosial yang ditawarkan Perum Perhutani,” ujar Supriarno, juru bicara Panca Gatra Indonesia, lembaga advokasi yang mewakili para petani, kepada wartawan, Selasa.
Baca juga: Akhirnya, Keluarga Miskin Penyandang Disabilitas Intelektual di Blitar Terima Bantuan Pemerintah
“Aspirasi dari kelompok masyarakat, petani penggarap, adalah meminta lima titik lahan yang selama ini sudah mereka garap lebih dari 20 tahun sejak reformasi 1998 itu agar diredistribusi kepada mereka,” tambahnya.
Menurut Supriarno, kelima titik lahan tersebut adalah 1.200 hektar di Desa Tulungrejo, Kecamatan Gandusari, 525 hektar di Desa Rejoso, Kecamatan Binangan, 350 hektar di Desa Panggungasri dan 103 hektar di Desa Serang, Kecamatan Panggungrejo, dan 1.014 hektar di Desa Banjarsari, Kecamatan Selorejo.
Baca juga: Kakek di Blitar Cabuli Teman Cucu
Sehingga, total lahan yang menjadi objek konflik dengan Perum Perhutani sebanyak 3.192 hektar.
Selain lima titik lahan tersebut, masih ada satu titik lahan seluas 52 hektar di Desa Tulungrejo, Kecamatan Gandusari, yang juga menjadi objek konflik, namun bukan dengan Perum Perhutani melainkan dengan Pemerintah Kabupaten Blitar sebagai pemegang hak guna usaha (HGU).
Supriarno mengakui bahwa mayoritas dari ribuan hektar lahan tersebut telah digunakan oleh warga petani penggarap selama beberapa tahun untuk ditanami tebu.
Dia mengklaim, sebelum menanam tebu di lahan yang sebelumnya merupakan kawasan hutan itu, para petani penggarap telah mengolahnya sebagai lahan pertanian dan perkebunan sejak tahun 1999.
“Alasan petani penggarap menuntut redistribusi karena mereka sudah lebih dari 20 tahun menggarap lahan tersebut. Dan kenyataannya lahan itu tidak terdapat tanaman kehutanan, gundul,” jelasnya.