Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebakaran di Bromo, Mengapa Api Sulit Dipadamkan?

Kompas.com, 14 September 2023, 11:33 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Ratusan hektare savana di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Jawa Timur terbakar akibat ulah sekelompok orang yang menyalakan flare atau suar demi kepentingan foto prewedding.

Pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memperkirakan kerugian akibat kebakaran ini mencapai miliaran rupiah. Termasuk musnahnya habitat flora dan fauna langka.

Seorang relawan di Kabupaten Lumajang, Sukaryo, mengatakan kebakaran yang terjadi sejak Rabu (06/09) masih belum berhasil dipadamkan karena faktor cuaca dan perlengkapan yang kurang memadai.

"Karena angin sangat kencang sementara lahan yang terbakar rumput kering, akhirnya api cepat menjalar," ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Karhutla Bikin Pelaku Jasa Wisata Jip Bromo Tak Bisa Bekerja

"Belum lagi medan yang curam, jadi secara manual sangat kesulitan."

Sukaryo bertugas memadamkan kobaran api di savana dekat dengan lautan pasir Gunung Bromo.

Dia turun ke lokasi pada hari kedua, Kamis (07/09).

Waktu itu, api setinggi orang dengan sangat cepat membakar hamparan savana yang sebagian besar rumput kering.

Pria 45 tahun ini bercerita, upaya mereka memadamkan api rupanya kalah dengan angin.

"Kalau api kena angin, ya apinya makin besar dan tinggi."

Setiap hari Sukaryo dan seratusan orang dikerahkan untuk membantu upaya pemadaman. Berbagai peralatan disiapkan.

Baca juga: Sepekan Tak Bekerja karena Bromo Terbakar, Para Sopir Jip Terjun Jadi Relawan Pemadam Api

Api membakar hutan dan lahan (karhutla) kawasan Gunung Bromo terlihat di Pos Jemplang, Malang, Jawa Timur, Sabtu (09/09).ANTARA FOTO/MUHAMMAD MADA Api membakar hutan dan lahan (karhutla) kawasan Gunung Bromo terlihat di Pos Jemplang, Malang, Jawa Timur, Sabtu (09/09).
Mulai dari jet shooter atau pompa punggung pemadam kebakaran lahan berkapasitas 20 liter.

Tandon air yang dibawa dengan mobil pikap hingga menggunakan cara manual yaitu gebyok --memukul api dengan ranting atau dahan kering.

Sayangnya, kata Sukaryo, usaha mereka belum sepenuhnya berhasil menyurutkan bahkan memadamkan api.

"Savana di dekat lautan pasir masih terbakar."

Menghadapi api yang terus membara, membuat Sukaryo harus ekstra hati-hati.

Kalau terlalu dekat, dia bisa tersambar apalagi kalau angin berbalik arah. Belum lagi terkena asap.

"Kalau kena [asap], mau padamkan api jadi enggak maksimal. Bisa lemas kan kena asap."

Baca juga: Polisi Ungkap Alasan Calon Pengantin Dikenai Wajib Lapor Terkait Kebakaran Bromo

Sementara alat pelindung diri yang dikenakan tak sepenuhnya kuat menahan panasnya bara api. Sepatu gunung yang ia pakai, katanya, sampai meleleh.

Beberapa relawan malah ada yang sampai mengalami luka gores karena menyusuri hutan dan pepohonan.

Para relawan, kata dia, mulai beraksi dari pukul 08.00 pagi sampai tengah malam bahkan ada yang sampai subuh.

Mereka yang bertugas sepanjang hari itu, baru bisa beristirahat esok harinya.

"Makanya habis malam pulang, istirahatnya seharian. Jadi digilir, sehari di lapangan sehari istirahat."

Baca juga: Water Bombing Kebakaran Bromo Sempat Dihentikan, BPBD: Demi Keamanan Kru

Apa yang membuat pemadaman sulit?

Tandon air yang dibawa dengan mobil pikap dan disambung selang digunakan untuk upaya pemadaman di kawasan Bromo.BBC Indonesia Tandon air yang dibawa dengan mobil pikap dan disambung selang digunakan untuk upaya pemadaman di kawasan Bromo.
Sukaryo mengatakan kebakaran besar di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru kali ini memang berasal dari ulah sekelompok orang yang menyalakan flare atau suar demi kepentingan foto prewedding.

Dua insiden kebakaran yang terjadi sebelumnya berhasil dikendalikan dalam waktu seminggu.

Pada Rabu (06/09) itu, kobaran api mulanya ada di belakang gapura bukit Teletubbies.

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan beberapa kru foto dan pasangan calon pengantin diam saja melihat kobaran api.

Dari keterangan Kasat Reskrim Polres Probolinggi, AKBP Achmad Doni Meidianto, pasangan itu berusaha memadamkan api dengan beberapa air mineral botolan.

Baca juga: Cerita Relawan Padamkan Kebakaran Gunung Bromo, Terjebak Api 3 Jam di Tengah Hutan

Tapi percuma karena api keburu cepat membesar. Selain itu mereka juga tidak langsung melapor ke tim nasional.

"Mereka menyesal. Sebenarnya pada saat kejadian mereka juga panik dan sudah berupaya, cuma tidak ada sumber air," ungkap Kasat Reskrim Polres Probolinggo, AKBP Achmad Doni Meidianto.

Pengamatan mata Sukaryo, saat ini 80% padang rumput di taman nasional sudah berubah hitam.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, berkata yang membuat kebakaran di sana bergerak sangat cepat karena tidak ada penghalang.

Dia mencontohkan kebakaran di lahan gambut yang masih bisa dihadang dengan bantuan parit.

Baca juga: Kebakaran TNBTS Rusak Ekosistem Tanaman Khas Bromo

Kemudian, pemadaman hanya bisa dilakukan dengan water bombing dari udara.

"Dengan kontur lahan seperti ini mustahil ada embung dan satgas darat mencapai lokasi butuh waktu lama. Yang bisa dilakukan bawa pompa jinjing," jelas Abdul Muhari dalam siaran pers di YouTube BNPB.

Cara lain adalah gebyok atau memukul-mukul api dengan anting atau dahan kering. Kendati sistem tersebut, menurutnya agak bahaya, apalagi kalau arah angin berbalik.

Itu mengapa, kata dia, pengelola taman nasional harus menguatkan satgas api di tiap-tiap pintu masuk sehingga begitu ada kebakaran langsung dilokalisir.

Apa saja dampak kebakaran?

Api membakar hutan dan lahan (karhutla) kawasan Gunung Bromo.BNPB INDONESIA via BBC Indonesia Api membakar hutan dan lahan (karhutla) kawasan Gunung Bromo.
Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS, Septi Eka Wardhani, mengatakan kebakaran yang terjadi hampir sepekan ini mengakibatkan kerugian hingga miliaran rupiah.

Nilai tersebut berasal dari ditutupnya kawasan wisata alam Gunung Bromo sejak 6 September hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Secara ekonomi, masyarakat yang bekerja di bidang wisata juga rugi karena tidak ada pengunjung yang menyewa jip.

"Mereka tidak bisa berjualan dan penginapan baik hotel maupun homestay juga kosong," ujar Septi kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Angin Kencang, Water Bombing Kebakaran Bromo Dihentikan Sementara

Tapi lebih dari itu sejumlah vegetasi endemik dan habitat satwa di sana hangus terbakar seperti bunga edelweiss, rumput maleo.

Termasuk Elang, Lutung Jawa, Ular Bumi Tengger, dan kera ekor panjang berpotensi hilang akibat kebakaran hutan.

Adapun soal luasan lahan yang terbakar, sambungnya, masih dalam proses perhitungan sebab fokus saat ini masih mengendalikan api.

Yang pasti titik api sempat meluas hingga ke arah Kabupaten Malang dan Lumajang.

"Namun saat ini sudah terlihat padam dan hanya terlihat beberapa asap dari bara api yang tersimpan di tanah dan pohon yang terbakar."

"Untuk areal yang terbakar berada di Savana Lembah Watangan dan sekitarnya."

Baca juga: Kebakaran Bromo akibat Flare Prewedding Ganggu Habitat Flora dan Fauna

Apa langkah antisipasi?

Relawan menggunakan pompa punggung pemadam kebakaran lahan berkapasitas 20 liter untuk memadamkan api.BBC Indonesia Relawan menggunakan pompa punggung pemadam kebakaran lahan berkapasitas 20 liter untuk memadamkan api.
Usai insiden kebakaran yang diakibatkan penggunaan flare atau suar, pengelola taman nasional mengaku sebetulnya sejak 2019 Balai Besar TNBTS telah mewajibkan pembelian kacis hanya melalui booking online ke situs resmi.

Dalam prosesnya pengunjung diwajibkan membaca aturan dan larangan selama berwisata di dalam kawasan Bromo.

Pihak taman nasional juga sudah meletakkan beberapa papan imbauan di sejumlah titik strategis.

Tapi ke depan, pihak TNBTS berkata akan lebih mengimbau masyarakat, pengunjung dan jasa wisata untuk menjaga kawasan dengan tidak menyalakan api atau sejenisnya.

"Selain itu TNBTS juga akan meningkatkan intensitas patroli kebakaran hutan, mendirikan posko dalkarhut dan menyiapkan sarana prasarana pendukung sebagai langkah deteksi dini."

Baca juga: Begini Respons Jokowi Saat Ditanya soal Kebakaran di Bromo

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau