Saat ia bertanya kepada pihak sekolah, membeli seragam di koperasi sekolah memang tidak diwajibkan. Namun, yang dibeli di luar harus sama dengan yang ada di daftar atribut sekolah.
“Orang tua bisa mencerna kata-kata wajib dan 'sama dengan ini'. Jadi sekarang bukan masalah wajib atau tidak, tapi harga kain kenapa segitu? Kalau nggak wajib kenapa kain itu mahalnya segitu,” katanya.
Baca juga: Chat Mesra Suami dengan Pria Lain Terbongkar, Selebgram di Tulungagung Jadi Korban KDRT
Nino mengatakan harga kain yang dijual di sekolah justru dua kali lipat dari harga seragam yang sudah dijahit lengkap di luar. Ia heran mengapa sekolah tidak menjual seragam yang sudah dijahit tuntas dengan harga yang ia nilai cukup mahal untuk beberapa helai kain.
“Di luar harganya bisa separuh. Satu setel kalau di toko harga Rp170.000 sudah jadi, berarti kan bahannya lebih murah semuanya,” ujar Nino.
Humas SMAN 1 Kedungwaru, Agung Cahyadi, menegaskan bahwa pembelian seragam sekolah memang tidak diwajibkan. Wali murid dapat menentukan sendiri apakah ingin membeli di koperasi atau membeli di luar sekolah.
“Beli semua [atribut seragam] di koperasi boleh, beli sebagian juga boleh. Sifatnya tidak memaksa, tidak mewajibkan. Bahkan kalau memakai seragam punya seniornya, enggak mempermasalahkan itu,” kata Agung.
Ia menjelaskan bahwa paket seragam Rp2.360.000 yang dirujuk oleh Nino sudah mencakup semua atribut seragam untuk perempuan dengan ukuran terbesar. Ada pula jilbab isi lima dengan warna berbeda dibundel seharga Rp160.000.
Baca juga: Seragam Garis Hitam Putih ala Ganjar dan Deja Vu Baju Kotak-kotak
Selama ini, sambungnya, sekolah juga memutuskan untuk menjual seragam dalam bentuk kain agar orang tua dapat membuat seragam sesuai dengan ukuran dan proporsi tubuh masing-masing siswa.
“Karena sebagian orang tua ada enggak mau ribet. Beli disitu [koperasi sekolah] saja. Dan orang tua murid ada yang ingin [disediakan] seperti apa, jadi kita hanya memfasilitasi saja. Selebihnya, kita serahkan pada wali murid.”
Ketika ditanya apa basis dari keputusan sekolah menjual seragam tersebut, Agung merujuk pada Permendikbud Nomor 50 tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Itu kan mengatur bahwa anak sekolah itu harus memakai seragam. Nah masalah seragamnya mau beli di mana itu kita membebaskan. Tapi kalau kita merujuk pada Permendikbud itu, ya anak harus berseragam,” katanya.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan bahwa sebetulnya dalam Permendikbud Nomor 50 tahun 2022 sekolah tidak boleh menjual seragam kepada murid-muridnya.
Pengadaan seragam seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua.
“Sekolah dilarang menjual seragam, itu sudah jelas. Ada aturannya itu. Jadi kalau ada sekolah jualan seragam itu sudah salah. Kedua, pasti ada motif, ada motif pungutan liar, ada motif mengambil keuntungan secara gelap. Dan ini tidak berdampak baik bagi perkembangan dunia pendidkan,” kata Ubaid kepada BBC News Indonesia pada Senin (24/7).
Ia mengatakan bahwa setiap tahun ajaran baru, ada orang tua murid yang keberatan dalam memenuhi kebutuhan seragam anaknya.