Sementara, pihak sekolah bukannya mempermudah orang tua dengan menyediakan seragam yang lebih murah dari harga pasar, justru menjualnya dengan harga lebih mahal.
“Jadi ini akal-akalan sekolah untuk mengambil untung dari komersialisasi yang dilakukan oleh sekolah dan ini jauh dari cita-cita pendidikan kita semua,” ujarnya.
Baca juga: Korban Hilang Terseret Ombak Pantai Jembatan Panjang Malang Ditemukan Meninggal di Tulungagung
Menurut Ubaid, meskipun memang sekolah tidak mewajibkan pembelian paket seragam, hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. Sebab, siswa yang tidak memiliki seragam yang sesuai kebijakan sekolah lantas akan dikucilkan dan diintimidasi oleh murid-murid lain maupun guru.
“Itu buntutnya panjang, karena enggak sama satu. Karena enggak ikut kebijakan kepala sekolah. Ini ada konsekuensi negatif yang bisa mengekslusi anak-anak di sekolah [yang tidak menggunakan seragam yang sama],” kata Ubaid.
Oleh karena itu, Ubaid mengatakan sekolah sebaiknya berhenti mempermasalahkan hal-hal perintilan seperti warna seragam ataupun warna sepatu yang dikenakan siswa. Melainkan, mereka perlu fokus pada memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
“Jadi saya pikir sekolah atau pendidikan kita pengelolaannya harus tersubstansilah, jangan ke hal yang remeh-remeh atau enggak ada hubungannya.”
Wakil Gubernur (Wagub) Jatim, Emil Elestianto Dardak, merespons temuan anyar terkait mahalnya harga seragam dan atribut sekolah di SMAN Tulungagung. Emil menegaskan bahwa persoalan seragam sekolah kini menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan Provinsi Jatim.
Pemprov mengaku telah meminta dinas pendidikan untuk membuat surat edaran ke masing-masing sekolah SMA/SMK negeri dalam menyikapi isu seragam sekolah.
"Surat edaran sedang disiapkan oleh dinas pendidikan, kalau pakta integritas komite dan kepala sekolah sudah ditandatangani dan disaksikan oleh Ibu Gubernur," tegas Emil kepada media, Minggu (23/7).
Emil juga menyoroti koperasi sekolah yang menjual harga kain terlampau tinggi, seperti yang terjadi di SMAN Karangrejo, Tulungagung. Seharusnya harga seragam di koperasi sekolah lebih murah dibandingkan harga pasar, karena bahan dibeli dalam jumlah banyak.
"Satu stel kain dijual Rp575.000 yang putih abu-abu, padahal kalau di luar Rp 170.000 sudah. Nah, makanya apa itu maksudnya," jelasnya pada Jumat (21/7/2023).
Ia menegaskan bahwa sekolah tidak boleh mewajibkan pembelian seragam di sekolah. Emil kemudian menindaklanjuti laporan dari wali murid dengan menghubungi Kepala Dinas Pendidikan Jatim.
Selain itu, ia mengingatkan kepada wali murid untuk tidak membayar sumbangan paksaan kepada sekolah karena hal tersebut merupakan diskriminasi.
"Kalau ada sumbangan yang terkesan dipaksakan termasuk perlakuan diskriminatif seperti pembedaan tertentu dalam apa yang sudah menjadi hak, misal urutan kartu ujian dan lain-lain bagi yang tidak menyumbang, serta jika ada kewajiban membeli seragam di tempat tertentu, mohon dilaporkan ke kami," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.