"Dari perutnya kecil banget. Kayaknya lapar dia," ungkapnya.
Keduanya lantas membawa pulang buaya ke rumah dengan cara memanggulnya.
Sesampainya di rumah, hewan karnivora itu pun sontak menjadi tontonan warga dan langsung viral di media sosial.
Sugito mengungkapkan, sungai selebar lima meteran itu memang bukan habitat buaya.
Namun sejak sekitar setahun terakhir, tiba-tiba banyak warga yang dikejutkan dengan kemunculan buaya. Jumlahnya diperkirakan lebih dari dua ekor.
Bahkan beberapa waktu sebelumnya, berjarak sekitar 600 meter arah hilir sungai, juga sempat ada buaya yang tertangkap warga lalu diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Kami tidak tahu itu buaya-buaya itu dari mana," ujarnya.
Keberadaan buaya yang cukup dekat dengan permukiman warga itu juga menjadi masalah tersendiri di lingkungan itu karena dianggap membahayakan.
Sehingga beberapa waktu lalu juga sempat dilakukan upaya penangkapan secara masif oleh petugas, yaitu dengan pemasangan beberapa jebakan. Namun hasilnya nihil.
Kepala Konservasi Wilayah BKSDA Kediri David Fathurohman membenarkan bahwa lokasi sungai tersebut bukan merupakan habitat buaya muara.
"Sangat kecil kemungkinannya buaya itu migrasi dari Sungai Brantas. Sebab lokasi Sungai Janti cukup jauh dari Sungai Brantas dan melewati permukiman warga. Kalau ada migrasi pasti ketahuan," ujar David.
Sehingga spekulasi yang ada dan hasil asesmen petugas yang sempat terjun lapangan untuk penanganan satwa, diperkirakan ada dua penyebab buaya itu berada di Sungai Janti.
"Bisa karena satwa milik warga yang terlepas atau juga satwa yang sengaja dilepas di sana," lanjutnya.
David juga membenarkan jumlah buaya yang berada di Sungai Janti itu diperkirakan lebih dari dua ekor.
Adapun terhadap biaya yang sudah berhasil ditangkap, masih kata David, akan diberlakukan standar prosedur penanganan yang ada. Yakni dilakukan observasi terhadap kondisinya dan dilakukan rehabilitasi jika membutuhkan.
"Kalau memungkinkan lepas liar, kita lepas liarkan. Atau bisa juga penanganan dititipkan ke lembaga konservasi." pungkas David.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.