Seger mengaku sangat terbantu dengan adanya teknologi biogas tersebut. Sebab dapat menekan kebutuhan biaya dapur.
"Mampu hemat sampai lebih 50 persen," kata Seger.
Seger menyebut, penggunaan biogas ini memang belum digunakan secara reguler. Karena masih menjadi sampingan pemakaian elpiji.
"Dulu sebelum ada biogas, per bulan bisa sampai tiga kali beli elpiji, tapi sekarang hanya satu kali saja," ucap Seger.
Baca juga: 3 Hari Hilang di Hutan Baluran, Kakek Asal Banyuwangi Ditemukan dalam Kondisi Lemas
Apalagi, gas yang dihasilkan dari biogas tersebut, juga tidak kalah jika dibandingkan dengan gas elpiji.
"Ya, api birunya juga lebih terang," ujarnya.
Durasi pemakaian pun sekitar tiga jam. Dalam sekali produksi biogas, gas yang keluar dari saluran pipa ke kompor terisi otomatis.
"Durasinya kurang lebih 3 jam. Pagi tiga jam, lalu sore pemakaian tiga jam. Kalau habis, gas ngisi otomotis," terang Seger.
Dari inovasi tersebut, kini di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, ada sebanyak sepuluh warga yang menggunakan biogas.
"Limbahnya pun kini lebih bisa dan siap digunakan untuk pupuk organik," tandas Seger.
Camat Pesanggaran Agus Mulyadi mengapresiasi inovasi biogas tersebut. Menurut dia, biogas adalah teknologi energi baru terbarukan (EBT).
"Teknologi ini ramah lingkungan, murah, aman dan banyak manfaatnya untuk masyarakat," kata Agus.
Menurut Agus, EBT menjadi tren dan alternatif untuk memasok kebutuhan energi masyarakat seiring dengan menipisnya cadangan bahan bakar fosil di alam.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang