Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Kotoran Sapi, Warga di Banyuwangi Beralih dari Elpiji ke Biogas

Kompas.com, 17 Maret 2023, 23:45 WIB
Rizki Alfian Restiawan,
Andi Hartik

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Inovasi warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, patut mendapat apresiasi. Mereka memanfaatkan limbah kotoran ternak sapi menjadi teknologi tepat guna, biogas.

Seger (53) salah satu warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, mengaku memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas sejak 2020.

"Pokoknya saat pandemi Covid-19 itu, mulai berangsur beralih dari elpiji ke biogas," kata Seger saat ditemui Kompas.com, Jumat (17/3/2023).

Baca juga: Polisi Telusuri Pembuang Bayi yang Ditemukan di Genteng Banyuwangi

Seger yang seorang peternak bercerita, awal tercetus ide membuat biogas tersebut karena bingung akibat banyaknya kotoran sapi di kandang.

"Awalnya bingung, kotoran sapi menumpuk. Biasanya kita buang saja ke sawah. Kalau enggak ya taruh di lubang tanah," ungkapnya.

Ditambah lagi, pandemi Covid-19 membuat ekonomi keluarga berantakan dan berpengaruh besar pada urusan dapur.

"Dari situ akhirnya muncul ide membuat biogas," terang Seger.

Baca juga: Lupa Jalan Pulang, Kakek Misnadin Tersesat 4 Hari di Hutan Baluran Banyuwangi

Seger mengatakan, sebelum mencoba membuat biogas, dia sempat mencari literatur tentang proses produksi biogas.

"Saya bingung, pengen buat. Tapi kok ragu. Akhirnya saya cari info ke desa," ujar Seger.

Bak gayung bersambut. Oleh pihak Desa Sumberagung, permasalahan limbah ternak sapi yang dialami oleh Seger ternyata mendapat tanggapan baik.

"Akhirnya kita dikenalkan dengan Greeneration Foundation melalui Tim Eco Ranger dan Yayasan Rumah Energi," ujar Seger.

Dari situ, permasalahan Seger mulai terpecahkan. Dia kemudian bertukar gagasan terkait permasalahan yang dialami.

"Kita akhirnya dibantu," ucap Seger.

Sejumlah sarana dan instalasi pun disiapkan. Mulai dari tempat untuk pengolahan kotoran, pipa paralon, hingga tangki fermentasi.

Seger menyebut, kunci dari pembuatan instalasi biogas terletak pada tabung fermentasi atau digester. Ada dua jenis digester yang umum digunakan.

"Jenis pertama adalah torn, terbuat dari material plastik tandon. Kedua adalah fix dome terbuat dari cor-coran," ujar Seger.

Baca juga: Bayi Mungil Ditemukan Menangis di Dalam Kardus Depan Rumah Warga Banyuwangi

Keduanya memiliki keunggulan. Namun, yang bagus adalah fix doom karena lebih aman dan tekanannya lebih stabil. Sementara untuk kapasitas menyesuaikan.

"Kalau di Dusun Pancer, banyak yang menggunakan jenis torn karena dinilai lebih simpel," terang Seger.

Baca juga: Diduga Tak Kuasai Medan, 2 Mahasiswi Tewas Kecelakaan di Jalur Erek-Erek Ijen Banyuwangi

Proses pembuatan

Awal produksi, Seger membutuhkan tiga kilogram kotoran sapi. Bahan itu kemudian dicampur dengan dua timba air atau sekitar enam liter air.

Bahan tersebut lalu diaduk di tempat pengolahan kotoran sampai halus. Setelah halus lalu dimasukkan ke tangki fermentasi.

"Jumlah takarannya satu banding dua. Satu untuk kotoran sapi, dua untuk air. Kedua bahan ini dicampur," ujar Seger.

Menurut Seger, awal proses pembuatan memang membutuhkan kesabaran ekstra. Sebab, harus menunggu bahan hingga benar-benar terfermentasi.

"Karena awal produksi tidak langsung keluar gas. Tapi harus menunggu sekitar 7 harian," ucap Seger.

Hemat 50 persen

Seger mengaku sangat terbantu dengan adanya teknologi biogas tersebut. Sebab dapat menekan kebutuhan biaya dapur.

"Mampu hemat sampai lebih 50 persen," kata Seger.

Seger menyebut, penggunaan biogas ini memang belum digunakan secara reguler. Karena masih menjadi sampingan pemakaian elpiji.

"Dulu sebelum ada biogas, per bulan bisa sampai tiga kali beli elpiji, tapi sekarang hanya satu kali saja," ucap Seger.

Baca juga: 3 Hari Hilang di Hutan Baluran, Kakek Asal Banyuwangi Ditemukan dalam Kondisi Lemas

Apalagi, gas yang dihasilkan dari biogas tersebut, juga tidak kalah jika dibandingkan dengan gas elpiji.

"Ya, api birunya juga lebih terang," ujarnya.

Durasi pemakaian pun sekitar tiga jam. Dalam sekali produksi biogas, gas yang keluar dari saluran pipa ke kompor terisi otomatis.

"Durasinya kurang lebih 3 jam. Pagi tiga jam, lalu sore pemakaian tiga jam. Kalau habis, gas ngisi otomotis," terang Seger.

Baca juga: Perjuangan Kuli di Kawah Ijen Banyuwangi, Menantang Bahaya, Dorong Troli Berisi Turis Naik Turun Gunung

Dari inovasi tersebut, kini di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, ada sebanyak sepuluh warga yang menggunakan biogas.

"Limbahnya pun kini lebih bisa dan siap digunakan untuk pupuk organik," tandas Seger.

Camat Pesanggaran Agus Mulyadi mengapresiasi inovasi biogas tersebut. Menurut dia, biogas adalah teknologi energi baru terbarukan (EBT).

"Teknologi ini ramah lingkungan, murah, aman dan banyak manfaatnya untuk masyarakat," kata Agus.

Menurut Agus, EBT menjadi tren dan alternatif untuk memasok kebutuhan energi masyarakat seiring dengan menipisnya cadangan bahan bakar fosil di alam.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau