Lokasinya yang sangat dekat dan menghadap langsung ke Kawah Jonggring Saloko membuatnya melihat langsung detik demi detik meningkatnya aktivitas gunung api aktif ini.
Mulai dari luncuran lava pijar seperti lelehan besi berwarna merah padam yang terus meleleh hingga kaki gunung dilihatnya dengan mata telanjang sekitar pukul 02.00 WIB pada 4 Desember 2022.
Tidak lama berselang, letusan-letusan asap atau Awan Panas Guguran (APG) mulai muncul dan perlahan menutupi puncak gunung yang terus melelehkan lava pijar.
Baca juga: Dalam 6 Hari, Gunung Semeru Alami 464 Letusan
Saat APG sudah mencapai jarak luncur 7 kilometer dengan asap yang membumbung tinggi, beberapa warga yang tinggal di lereng Gunung Semeru mulai beranjak untuk mengungsi.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Imam. Ia tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri sambil memantau situasi gunung dan menginformasikan kepada warga yang lain.
Berbekal selimut yang sudah dibasahi sebelumnya, Imam menyaksikan turunnya APG secara seksama. Ia berkeyakinan, aliran lava yang turun dari gunung tidak masuk ke jalur Sungai Wedok, tempatnya berdiri saat itu.
Baca juga: Terdengar 2 Kali Suara Gemuruh, Gunung Semeru Luncurkan Lava Pijar Sejauh 800 Meter
Melihat situasi semakin tidak kondusif dan arah angin yang berbelok arah menuju dirinya, Imam mulai beranjak pergi. Bukan untuk melarikan diri, ia hanya bergeser 200 meter dari tempat awal dan terus menyaksikan sekeliling memastikan tidak ada lagi orang yang tertinggal.
"Saya bukan sok sakti atau menantang alam, tapi sudah saya perhitungkan, awalnya kan angin tidak mengarah ke saya dan saya lihat lava tidak meluber ke Kali Wedok, jadi saya di sana aman. Begitu angin mulai berubah, saya geser agak naik paling jarak 200 meter karena walaupun bawa selimut dibasahin kalau terkena wedus gembel ya bahaya juga," ceritanya.
Keberanian yang dimiliki Imam ini tidak datang begitu saja. Ia mengaku mendapatkan keberanian itu dari pengalaman saat menjadi saksi hidup detik-detik puluhan nyawa manusia tertimbun material panas muntahan Semeru tahun 2021.
"Saya jadi korban erupsi Semeru ini tidak hanya sekali ini, sudah tiga kali, tahun lalu saya lihat langsung dengan mata saya 19 orang tertimbun. Waktu itu saya yang cuma menghirup wedus gembel rasanya kayak dicekik, di situ saya belajar dan saya sampaikan ke warga yang lain untuk keselamatan bersama," tutur pria yang akrab disapa Pak Bred.