Dibalik sosoknya yang pemberani dan penuh keceriaan, Imam menyimpan luka mendalam atas meninggalnya sang sahabat saat erupsi Gunung Semeru tahun 2020.
Saat itu, sahabatnya yang bernama Fathur Rohman menjadi korban tunggal ganasnya amukan Semeru. Fathur tewas tertimbun material lahar panas bersama dengan puluhan alat berat milik tambang yang terparkir di sungai.
Saat kejadian, Imam yang biasanya selalu melekat dengan Fathur kemana pun dirinya pergi, tiba-tiba mendapatkan tugas dari pemilik tambang untuk pergi ke Lumajang Kota untuk membeli onderdil alat berat. Sedangkan, Fathur tetap berjaga dengan di lokasi tambang dengan dua orang lainnya.
Baca juga: Gunung Semeru Erupsi Lagi, Keluarkan Kolom Abu Setinggi 1.500 Meter
Siapa sangka, perginya Imam ke kota menjadi perpisahan untuk selama-lamanya dengan sang sahabat. Sebab, dini hari sekitar pukul 01.30 WIB, Gunung Semeru mengalami erupsi.
Kembali dari kota, Imam langsung mencari sahabat seperjuangannya itu tapi tidak ketemu. Perasaan gundah menyelimuti hati Imam saat itu.
Tanpa menyerah, hari demi hari ia terus menggali untuk mencari jenazah Fathur dalam timbunan material Semeru. Nahas, jenazah Fathur tidak bisa ditemukan hingga hari ini. Hal ini juga yang membuatnya berani menantang maut dengan menjaga alat berat di kaki Gunung Semeru.
Baca juga: Erupsi Gunung Semeru Terjadi 5 Kali Pagi Ini
"Saya berani jaga di kaki gunung karena berharap bisa menemukan jasad sahabat saya Fathur walaupun itu hanya secarik kain supaya bisa saya bawa ke Probolinggo, saya makamkan di rumahnya. Sampai hari ini saya masih ingat jaket biru yang dipakai almarhum dengan selimut melingkar di lehernya sebelum meninggal itu," kenang Imam sambil mengelap air mata yang jatuh di pipinya.
Aksi nekat Imam menantang maut demi menyelamatkan banyak jiwa di lereng Gunung Semeru dengan update perkembangan aktivitas gunung melalui media sosial Tiktok miliknya rupanya pernah dilarang oleh keluarganya.
Tidak jarang, istri dan kedua anaknya yang masih menempuh pendidikan memintanya untuk pulang ke Surabaya dan bekerja di sana.
Namun, Imam yang merasa punya hutang budi ke kota yang dijadikannya sebagai tempat menghidupi istri dan anaknya selama hampir tujuh tahun terakhir ini telah memiliki tekad untuk memberikan manfaat bagi warga lereng Semeru dan sekitarnya.
Imam meyakinkan keluarganya bahwa apa yang dilakukan di sekitar aliran lahar Semeru sudah diperhitungkan sebelumnya.
"Ya dilarang, istri sama anak saya itu bilang sudah lah jangan seperti itu lagi, tapi mereka tahu jiwa saya, saya sudah bertekad akan memberi manfaat bagi Semeru dan warga di sekitarnya, karena saya hidup selama ini ya dari sini (Semeru)," tutur Imam.