MADIUN, KOMPAS.com - Seorang tersangka kasus dugaan korupsi pupuk bersubsidi periode 2019, Suyatno menggugat Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, Jawa Timur, di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
Mantan Pejabat Pemkab Madiun ini melayangkan gugatan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pupuk bersubsidi yang merugikan negara hingga Rp 1 miliar.
Kuasa hukum tersangka Suyatno, Arifin Purwanto mengatakan, gugatan terhadap Kejari Madiun itu sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun sejak pekan lalu.
“Jadi dua gugatan perbuatan melawan hukum yang kami ajukan ke pengadilan. Gugatan pertama sidang perdananya Rabu (21/12/2022). Sedangkan gugatan kedua sidang perdananya, Kamis (4/1/2023),” ujar Arifin yang dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (22/12/2022).
Selain menggugat Kejari Madiun, Mantan Kasi Pupuk Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Madiun itu juga turut menggugat Jaksa Agung, Komnas HAM, hingga Perwakilan PBB di Jakarta.
Arifin menyatakan, kliennya menggugat Kejari Madiun setelah dituduh berperan aktif dalam kasus tindak pidana korupsi penyaluran pupuk bersubsidi, terutama dalam dalam pembuatan rencana defenitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) abal-abal. Kliennya ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan itu.
Baca juga: Kronologi Pria Bunuh Kekasihnya hingga Tewas di Kota Madiun, Korban Sempat Teriak Minta Tolong
Sedangkan tuduhan pelanggaran hukum yang dilakukan kliennya, kata Arifin, sebagai pejabat di Dinas Pertanian saat itu dituding mengarahkan untuk segera menandatangani RDKK dan laporan bulanan verifikasi yang sudah jadi.
Selain itu, kliennya dituding membuat usulan kuota pupuk tidak berdasarkan RDKK serta tidak melakukan verifikasi dan validasi RDKK. Padahal dalam kasus itu, kliennya tidak membuat rencana defenitif kebutuhan dan kelompok tani abal-abal.
“Klien kami juga tidak membuat usulan kuota pupuk tidak sesuai dengan RDKK.
Tak hanya itu, Arifin mempertanyakan tak adanya surat keputusan pengangkatan jaksa sebagai penyidik dalam kasus tersebut. Selain itu dalam surat perintah penyidikan tidak disebutkan berdasarkan laporan dan nomor berapa sebagaimana diatur dalam Pasal 108 KUHAP.
Arifin berpendapat, surat perintah penyidikan itu tak sah dan batal menurut hukum.
“Berdasarkan hal itu sudah tepat penyidikan yang dilakukan tergugat (Kejari Kabupaten Madiun) terhadap klien saya dihentikan dan diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3),” tutur Arifin.
Arifin menambahkan, kliennya juga menuntut Kejari Kabupaten Madiun mengganti kerugian imateriil dan materiil sebesar Rp 1.375.000.000.
“Kami juga meminta tergugat meminta maaf secara terbuka melalui media cetak selama tiga kali dengan penerbitan tiga hari berturut-turut,” jelas Arifin.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.