"Muncul ide bagaimana kalau membuat jam tangan yang bisa dikombinasikan dengan baju sehingga bisa di-mix and match, akhirnya tercetuslah kita membuat produk jam tangan dari ampas kopi itu," katanya.
Kemudian, ide yang baru tercetuskan pada Juli lalu direalisasikan untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa atau PKM. Proposal yang dibuat lolos untuk mendapat pendanaan dari Kemendikbud RI.
"Baru benar-benar terealisasi saat PKM, di kampus UM yang lolos pendanaan dari 400 proposal yang masuk, yang lolos 30 proposal, pendanaannya kita mendapatkan Rp 6.900.000, sekarang kita tahap final PIMNAS," katanya.
Baca juga: Kasus Covid Meningkat Jelang Natal dan Tahun Baru, PHRI Kota Malang Waswas
Ampas sisa minuman kopi mereka dapatkan dari kafe-kafe yang ada di sekitar Malang seharga Rp 2.000. Kemudian, ampas kopi tersebut dihaluskan dan dikeringkan.
Setelah kering, ampas kopi dicampur dengan bahan perekat dan menjadi padat yang selanjutnya dimasukkan ke cetakan serta dibentuk menjadi kerangka jam tangan.
Cetakan tersebut terbuat dari silicon rubber yang dibuat sendiri. Namun, rencananya ke depan, cetakan akan menggunakan mesin ukir.
"Terus dipadatkan, di-press sampai padat seperti balok, kemudian kita bentuk kerangka jam tangannya. Ada proses dipanaskan untuk melelehkan bahan-bahan perekatnya itu, juga ada lem untuk memadatkan, resin itu untuk pelapisnya saja supaya mengkilap," katanya.
Setiap bulan, Suryo dan kawan-kawannya bisa memproduksi puluhan jam tangan. Setiap kali produksi dibutuhkan sekitar 5 kilogram ampas kopi.
"Kita sekali ambil ampas dari kafe bisa sekitar 5 kilo, itu bisa jadi sekitar 20 jam tangan, jadi setiap jam tangan kebutuhannya sekitar 100 gram, untuk sekali masa produksi antara dua sampai tiga hari waktunya," katanya.
Untuk harga setiap jam tangan yang diberi brand excoff itu dijual sekitar Rp 350.000. Dikatakannya, saat ini untuk model jam tangan excoff masih satu jenis saja dengan diberi nama Series Pamor.