Salin Artikel

Berawal Nongkrong di Kafe, 5 Mahasiswa Malang Produksi Jam Tangan dari Ampas Kopi

Ide kreatif itu berawal dari seringnya para mahasiswa nongkrong di kafe dan melihat ampas kopi yang dibuang begitu saja.

Lima mahasiswa tersebut adalah Dwi Suryo Sumbodo dan Frans Goesmar Prabunata dari jurusan Desain Komunikasi Visual.

Kemudian, Silvi Tri Oktavia dari Jurusan Fisika, Dhea Risma Pramestasari dari Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan M Riyan Bagus Widyanto dari Jurusan Ekonomi Pembangunan.

Dwi Suryo Sumbodo mengatakan, ide pembuatan jam tangan dari ampas sisa minuman kopi berawal dari dirinya bersama kawan-kawannya sering nongkrong di kafe.

"Awalnya suka ngopi nongkrong di kafe dari sore sampai malam, kita suka lihat orang-orang di kafe-kafe kalau membuat kopi, ampasnya langsung dibuang dan jumlahnya enggak sedikit banyak," kata Suryo saat dihubungi pada Senin (14/11/2022).

Selanjutnya, Suryo membaca peluang bahwa jam tangan erat kaitannya dengan fashion. Sedangkan kopi saat ini juga dinilainya sudah menjadi lifestyle dari kehidupan anak muda.

Sehingga, dirinya memiliki pemikiran untuk bagaimana menggabungkan dua hal tersebut menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis dan ramah lingkungan.


"Muncul ide bagaimana kalau membuat jam tangan yang bisa dikombinasikan dengan baju sehingga bisa di-mix and match, akhirnya tercetuslah kita membuat produk jam tangan dari ampas kopi itu," katanya.

Kemudian, ide yang baru tercetuskan pada Juli lalu direalisasikan untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa atau PKM. Proposal yang dibuat lolos untuk mendapat pendanaan dari Kemendikbud RI.

"Baru benar-benar terealisasi saat PKM, di kampus UM yang lolos pendanaan dari 400 proposal yang masuk, yang lolos 30 proposal, pendanaannya kita mendapatkan Rp 6.900.000, sekarang kita tahap final PIMNAS," katanya.

Ampas sisa minuman kopi mereka dapatkan dari kafe-kafe yang ada di sekitar Malang seharga Rp 2.000. Kemudian, ampas kopi tersebut dihaluskan dan dikeringkan.

Setelah kering, ampas kopi dicampur dengan bahan perekat dan menjadi padat yang selanjutnya dimasukkan ke cetakan serta dibentuk menjadi kerangka jam tangan.

Cetakan tersebut terbuat dari silicon rubber yang dibuat sendiri. Namun, rencananya ke depan, cetakan akan menggunakan mesin ukir.

"Terus dipadatkan, di-press sampai padat seperti balok, kemudian kita bentuk kerangka jam tangannya. Ada proses dipanaskan untuk melelehkan bahan-bahan perekatnya itu, juga ada lem untuk memadatkan, resin itu untuk pelapisnya saja supaya mengkilap," katanya.

Setiap bulan, Suryo dan kawan-kawannya bisa memproduksi puluhan jam tangan. Setiap kali produksi dibutuhkan sekitar 5 kilogram ampas kopi.

"Kita sekali ambil ampas dari kafe bisa sekitar 5 kilo, itu bisa jadi sekitar 20 jam tangan, jadi setiap jam tangan kebutuhannya sekitar 100 gram, untuk sekali masa produksi antara dua sampai tiga hari waktunya," katanya.

Untuk harga setiap jam tangan yang diberi brand excoff itu dijual sekitar Rp 350.000. Dikatakannya, saat ini untuk model jam tangan excoff masih satu jenis saja dengan diberi nama Series Pamor.


Dia mengungkapkan, untuk bentuk kepala jam tangan terinsipirasi dari bentuk biji kopi. Sedangkan, untuk gelang jam tangan terinsipirasi dari motif pamor keris.

"Itu ada dua motif, Pamor Udan Mas artinya hujan emas yang artinya membawa kemakmuran, memberi rejeki, kesejahteraan. Satunya lagi Parisauli dari kata padi saumpai artinya juga sama kemakmuran, rejeki, jadi ini filosofi jawa," katanya.

Dia juga menjamin bahwa produknya itu cukup kuat dengan hasil uji kekerasan yang sama seperti kayu pada umumnya.

Suryo mengatakan, produk jam tangan tersebut juga diberikan garansi kerusakan selama enam bulan. Sedangkan untuk mesin jam tangan menggunakan produksi dari salah satu brand di Jepang.

"Untuk mesin jam tangannya, kita pesan ke salah satu brand dari Jepang, karena merek yang kita pakai ini berdasarkan data-data yang kita ambil dan dipakai oleh brand-brand jam tangan kayu lokal lainnya, kita menyesuaikan menggunakan mesin jam yang sama spesifikasi dengan brand-brand tersebut, jadi sudah terjamin kualitasnya agar produk kita enggak kalah," ungkapnya.

Jam tangan tersebut dipasarkan melalui Instagram dan berbagai platform marketplace. Menurutnya, antusias pembelian jam tangan excoff cukup baik. Rata-rata para pembeli di usia antara 25 tahun hingga 35 tahun.

"Yang beli biasanya kalangan anak muda di range 25-35 tahun, yang beli kebanyakan di luar Malang, ada yang dari Samarinda, Surabaya, Bali juga," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/11/15/060156478/berawal-nongkrong-di-kafe-5-mahasiswa-malang-produksi-jam-tangan-dari-ampas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke