Dedik mengapresiasi respons dari sejumlah pihak dalam menangani kasus tersebut. Ia mengaku mendapat kunjungan dari staf Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di rumah duka.
Para staf itu, kata dia, menyampaikan bela sungkawa dari Khofifah atas peristiwa yang menimpa Arif.
"Syukur Alhamdulillah ada respon dari pihak Pemprov. Kemarin ada lima petugas yang datang ke sini, dari stafnya Bu Khofifah, katanya mau mampir juga ke sini tapi ada rapat di Grahadi jadi langsung balik lagi, cuma bilang kalau hal ini juga jadi atensi khusus Pemprov," kata dia.
Dedik mengaku tak pernah memukul anaknya sekali pun. Bagi keluarga, kata dia, Arif merupakan pribadi yang santun. Putra sulungnya itu juga memiliki cita-cita menjadi Tentara Nasional Indonesia.
"Dia mau jadi TNI, cita-cita nya bagus mas, tapi karena ini sudah jalan anak saya, mau gimana lagi. Lulus sekolah mau langsung daftar tapi sayang takdir berkata lain, ya sudah," kata Dedik.
Setiap pagi, Arif rutin berlari dan push up untuk membentuk tubuhnya. Sehingga, Dedik tak percaya saat anaknya disebut pingsan karena terlalu banyak berlari.
Dedik mengakui, tidak mudah menerima kepergian Arif, khususnya bagi istrinya, Devi.
Devi sempat syok selama 11 hari mendapati putra sulungnya sudah tiada. Selama belasan hari itu, Devi selalu menangis dan tak bisa beraktivitas apa pun karena selalu mengingat Arif.
Baca juga: Ayah di Sidoarjo Lapor Polisi, Anaknya Tewas Saat Ujian Silat, Diduga Dianiaya Senior
"Ibunya syok 11 hari enggak kerja, baru hari ini masuk kerja karena sama saya disuruh masuk, biar enggak ingat terus," kata dia.
Saat mendapati istrinya menangis, Dedik hanya bisa menyampaikan pesan bahwa semua makhluk akan kembali kepada Tuhan.
"Kalau kamu mau nangis, nangis saja gak papa tapi tidak boleh meratapi, Kalau kamu mau nangis, menangis lah, gak ada yang melarang. Yang dilarang itu meratapi, kalau kita ikhlas sama ujiannya ini insya Allah jadi pahala buat kita, dan anak kita," ujar dia.
Sementara itu, polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah koordinator kepelatihan EAN (25), MAS (16), FLL (19), dan RS (18). Mereka merupakan warga Sidoarjo yang bertindak sebagi penguji dalam UKt.
Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan, keempat tersangka dijerat dengan dua pasal sekaligus.
Mereka dijerat Pasal 80 ayat (3) juncto 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHPidana.
"Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar ini tentang perlindungan anak. Sedangkan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, karena kekerasan yang menyebabkan kematian di di muka umum. Maka ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun penjara," Kata Kusumo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.