Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua Pelajar di Sidoarjo yang Tewas Saat Ujian Silat: Saya Sengaja Bawa ke Ranah Hukum...

Kompas.com, 23 September 2022, 07:25 WIB
Muchlis,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Duka menyelimuti keluarga pelajar bernama Arif Rifki Al-Masih (17) yang tewas dianiaya tim penguji saat ujian kenaikan tingkat (UKT) perguruan silat pada Minggu (11/9/2022).

Ayah korban, Dedik Hainul Akbar (47), bersyukur setelah polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian anaknya.

"Alhamdulillah ya kalau memang sudah ada tersangkanya ya, ke depannya biar masalah ini enggak terlalu larut, proses hukum biar jalan. Kalau terkait hukuman dinilai setimpal atau tidak itu kan relatif. Apa pun hasilnya kita ngikut saja nanti," ucap Dedik saat ditemui di rumahnya, Kamis (22/9/2022).

Rumah duka di Dusun Jenggolo, Kelurahan Pucang, Sidoarjo, itu selalu ramai didatangi warga yang bertakziah. Bahkan, pembacaan tahlil selama tujuh hari setelah kematian Arif selalu dihadiri ratusan warga.

Dedik tak kuasa menyembunyikan kesedihannya harus kehilangan putranya. Apalagi, Arif dikenal sebagai pribadi santun dan memiliki semangat belajar tinggi.

"Sekarang kami sekeluarga pasrah kepada penegak hukum, tetapi akan tetap kami kawal melalui lawyer kami. Karena kebetulan masih saudara juga, dan namanya juga kehilangan ya, perasaan sedih dan duka itu sudah pasti," jelas dia.

Tak memiliki keluhan penyakit

Dedik bercerita, Arif tak pernah memiliki keluhan penyakit apa pun semasa hidup. Sehingga, ia merasa janggal ketika pelatih silat menyampaikan Arif pingsan setelah berlari terlalu lama.

Saat peristiwa itu terjadi, salah satu pelatih perguruan silat itu menemui Dedik di rumahnya. Mereka menyampaikan Arif pingsan dan dibawa ke RSUD Sidoarjo.

Baca juga: Fakta Kasus Kekerasan Pelatih dan Senior ke Junior Saat Ujian Silat, Korban Tewas, Pelaku Jadi Tersangka

Ia menyayangkan sikap pelatih yang tak bicara jujur saat menyampaikan kabar tersebut. Ketika itu, pelatih menyebut, Arif pingsan karena terlalu banyak berlari.

"Kok bisa anak saya cuma berlari pingsan sampai semaput, pas saya nyampe di rumah sakit kaget anak saya sudah dipenuhi selang dari mulut dan dadanya, ini jelas enggak beres, anakku ini koma," papar dia.

Dedik kembali menanyakan hal itu kepada para pelatih. Nada suaranya saat itu sangat kecewa.

"Iki temenan tah, soale lek koyok ngene gak mungkin karena lari (Ini beneran ya, soalnya anakku ini koma, enggak mungkin kalau hanya lari)," kata Dedik menceritakan kembali percakapannya saat itu.

Kejanggalan itu yang membuat Dedik berani melaporkan kasus yang menimpa anaknya ke polisi. Ia berharap, kejadian serupa tak terulang di perguruan silat itu.

"Saya sengaja bawa ini ke ranah hukum, karena biar ada efek jera saja kepada mereka, biar tidak sembarangan, toh walaupun ujian fisik, jangan sampai ada kontak fisik dan over acting jangan sampau daerah rawan juga dipukul juga," ujar dia.

Biasanya, kata Dedik, hukuman bagi peserta yang mengikuti ujian kenaikan tingkat hanya berupa push up atau lari. Hukuman itu bertujuan menambah kebugaran fisik pesilat.

"Saya kira ini over acting ya, terlalu, apalagi ini hanya ujian kenaikan tingkat, bukan perang, jadi walaupun ada fisiknya harus wajar, ini daerah rawan juga dihajar," kata dia.

Dia hanya bisa berharap kasus itu segera bergulir ke persidangan. Sehingga, kasus kematian anaknya segera mendapat kepastian hukum.

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau