Salin Artikel

Orangtua Pelajar di Sidoarjo yang Tewas Saat Ujian Silat: Saya Sengaja Bawa ke Ranah Hukum...

Ayah korban, Dedik Hainul Akbar (47), bersyukur setelah polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian anaknya.

"Alhamdulillah ya kalau memang sudah ada tersangkanya ya, ke depannya biar masalah ini enggak terlalu larut, proses hukum biar jalan. Kalau terkait hukuman dinilai setimpal atau tidak itu kan relatif. Apa pun hasilnya kita ngikut saja nanti," ucap Dedik saat ditemui di rumahnya, Kamis (22/9/2022).

Rumah duka di Dusun Jenggolo, Kelurahan Pucang, Sidoarjo, itu selalu ramai didatangi warga yang bertakziah. Bahkan, pembacaan tahlil selama tujuh hari setelah kematian Arif selalu dihadiri ratusan warga.

Dedik tak kuasa menyembunyikan kesedihannya harus kehilangan putranya. Apalagi, Arif dikenal sebagai pribadi santun dan memiliki semangat belajar tinggi.

"Sekarang kami sekeluarga pasrah kepada penegak hukum, tetapi akan tetap kami kawal melalui lawyer kami. Karena kebetulan masih saudara juga, dan namanya juga kehilangan ya, perasaan sedih dan duka itu sudah pasti," jelas dia.

Tak memiliki keluhan penyakit

Dedik bercerita, Arif tak pernah memiliki keluhan penyakit apa pun semasa hidup. Sehingga, ia merasa janggal ketika pelatih silat menyampaikan Arif pingsan setelah berlari terlalu lama.

Saat peristiwa itu terjadi, salah satu pelatih perguruan silat itu menemui Dedik di rumahnya. Mereka menyampaikan Arif pingsan dan dibawa ke RSUD Sidoarjo.

Ia menyayangkan sikap pelatih yang tak bicara jujur saat menyampaikan kabar tersebut. Ketika itu, pelatih menyebut, Arif pingsan karena terlalu banyak berlari.

"Kok bisa anak saya cuma berlari pingsan sampai semaput, pas saya nyampe di rumah sakit kaget anak saya sudah dipenuhi selang dari mulut dan dadanya, ini jelas enggak beres, anakku ini koma," papar dia.

Dedik kembali menanyakan hal itu kepada para pelatih. Nada suaranya saat itu sangat kecewa.

"Iki temenan tah, soale lek koyok ngene gak mungkin karena lari (Ini beneran ya, soalnya anakku ini koma, enggak mungkin kalau hanya lari)," kata Dedik menceritakan kembali percakapannya saat itu.

Kejanggalan itu yang membuat Dedik berani melaporkan kasus yang menimpa anaknya ke polisi. Ia berharap, kejadian serupa tak terulang di perguruan silat itu.

"Saya sengaja bawa ini ke ranah hukum, karena biar ada efek jera saja kepada mereka, biar tidak sembarangan, toh walaupun ujian fisik, jangan sampai ada kontak fisik dan over acting jangan sampau daerah rawan juga dipukul juga," ujar dia.

Biasanya, kata Dedik, hukuman bagi peserta yang mengikuti ujian kenaikan tingkat hanya berupa push up atau lari. Hukuman itu bertujuan menambah kebugaran fisik pesilat.

"Saya kira ini over acting ya, terlalu, apalagi ini hanya ujian kenaikan tingkat, bukan perang, jadi walaupun ada fisiknya harus wajar, ini daerah rawan juga dihajar," kata dia.

Dia hanya bisa berharap kasus itu segera bergulir ke persidangan. Sehingga, kasus kematian anaknya segera mendapat kepastian hukum.


Staf Gubernur Jatim kunjungi rumah duka

Dedik mengapresiasi respons dari sejumlah pihak dalam menangani kasus tersebut. Ia mengaku mendapat kunjungan dari staf Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di rumah duka.

Para staf itu, kata dia, menyampaikan bela sungkawa dari Khofifah atas peristiwa yang menimpa Arif. 

"Syukur Alhamdulillah ada respon dari pihak Pemprov. Kemarin ada lima petugas yang datang ke sini, dari stafnya Bu Khofifah, katanya mau mampir juga ke sini tapi ada rapat di Grahadi jadi langsung balik lagi, cuma bilang kalau hal ini juga jadi atensi khusus Pemprov," kata dia.

Almarhum bercita-cita jadi TNI

Dedik mengaku tak pernah memukul anaknya sekali pun. Bagi keluarga, kata dia, Arif merupakan pribadi yang santun. Putra sulungnya itu juga memiliki cita-cita menjadi Tentara Nasional Indonesia. 

"Dia mau jadi TNI, cita-cita nya bagus mas, tapi karena ini sudah jalan anak saya, mau gimana lagi. Lulus sekolah mau langsung daftar tapi sayang takdir berkata lain, ya sudah," kata Dedik.

Setiap pagi, Arif rutin berlari dan push up untuk membentuk tubuhnya. Sehingga, Dedik tak percaya saat anaknya disebut pingsan karena terlalu banyak berlari.

Dedik mengakui, tidak mudah menerima kepergian Arif, khususnya bagi istrinya, Devi.

Devi sempat syok selama 11 hari mendapati putra sulungnya sudah tiada. Selama belasan hari itu, Devi selalu menangis dan tak bisa beraktivitas apa pun karena selalu mengingat Arif.

"Ibunya syok 11 hari enggak kerja, baru hari ini masuk kerja karena sama saya disuruh masuk, biar enggak ingat terus," kata dia.

Saat mendapati istrinya menangis, Dedik hanya bisa menyampaikan pesan bahwa semua makhluk akan kembali kepada Tuhan.

"Kalau kamu mau nangis, nangis saja gak papa tapi tidak boleh meratapi, Kalau kamu mau nangis, menangis lah, gak ada yang melarang. Yang dilarang itu meratapi, kalau kita ikhlas sama ujiannya ini insya Allah jadi pahala buat kita, dan anak kita," ujar dia.

4 orang jadi tersangka

Sementara itu, polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah koordinator kepelatihan EAN (25), MAS (16), FLL (19), dan RS (18). Mereka merupakan warga Sidoarjo yang bertindak sebagi penguji dalam UKt.

Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan, keempat tersangka dijerat dengan dua pasal sekaligus.

Mereka dijerat Pasal 80 ayat (3) juncto 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHPidana.

"Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan  atau denda paling banyak Rp 3 miliar ini tentang perlindungan anak. Sedangkan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, karena kekerasan yang menyebabkan kematian di di muka umum. Maka ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun penjara," Kata Kusumo.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/09/23/072534378/orangtua-pelajar-di-sidoarjo-yang-tewas-saat-ujian-silat-saya-sengaja-bawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke