LUMAJANG, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lumajang menjatuhkan vonis 10 bulan kepada terdakwa penendangan sesajen di lereng Gunung Semeru, Hadfana Firdaus dengan hukuman 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta.
Vonis yang dibacakan hakim ketua Bayu Prayitno lebih tinggi dari tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) yakni 7 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.
"Terdakwa Hadfana sudah dibacakan vonis 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan dipotong masa tahanan," kata Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Lumajang Mirzantio di kantornya, Selasa (31/5/2022).
Baca juga: Terdakwa Penendangan Sesajen di Lereng Semeru Dituntut 7 Bulan Penjara
Sidang lanjutan kasus penendangan sesajen dengan agenda pembacaan vonis itu digelar secara daring sekitar pukul 13.30 WIB.
Usai pembacaan vonis, terdakwa langsung menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya.
Namun, JPU masih berpikir-pikir dan meminta waktu 7 hari atas hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa.
"Karena ada perbedaan, kami masih bersifat pikir-pikir dan akan berkonsultasi dengan pimpinan terkait dengan hasil putusan hari ini," tambahnya.
Baca juga: Pengakuan Penendang Sesajen di Lereng Semeru: Video Itu untuk Bahan Kajian, Bukan untuk Umum
Mirzantio menjelaskan, vonis lebih tinggi dari tuntutan yang dilayangkan merupakan hal wajar dalam persidangan.
Sebab, setiap pihak memiliki keyakinan dan alasan yang berbeda dalam melihat masalah yang disidangkan.
"Ini pertimbangan majelis hakim, secara umun pertimbangannya sama dengan yang disampaikan penuntut umum kemarin, tapi mungkin majelis hakim punya pertimbangan lain sehingga menghasilkan putusan yang berbeda dengan penuntut umum," pungkasnya.
Sebagai informasi, Hadfana ditangkap polisi usai video penendangan sesajen yang dilakukan olehnya di Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang viral di media sosial pada akhir tahun lalu.
Baca juga: Soal Penendang Sesajen di Gunung Semeru, Pelaku Minta Bantuan Teman untuk Merekam Aksinya
Aksi itu kemudian dikecam banyak pihak lantaran dianggap tidak menghormati kepercayaan orang lain.
Namun, akksi itu diakuinya dalam persidangan bahwa tidak untuk konsumsi publik dan akan dijadikan bahan materi diskusi di kelompok pengajiannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.