Salah satu sosok yang dicontohkan Stanislaus adalah Dr. Azahari, gembong teroris yang menjadi otak pengeboman sejumlah tempat di Indonesia.
“Kita lihat bagaimana Dr. Azahari, seorang yang berpendidikan tinggi, dia bisa melakukan aksi teror. Ini berarti masalah ideologi,” ungkapnya.
Lalu, bagaimana bisa seorang mahasiswa terpapar radikalisme?
Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia ini menjelaskan, paham radikal banyak menyebar di kalangan anak muda.
Baca juga: Waspada Arus Balik WNI Eks ISIS, Pakar Intelijen: Pola Radikalisasi Sudah Berubah
Di era modern, paham radikal disebarkan secara masif lewat internet.
Konten-konten itu akan diserap oleh anak muda, khususnya usia remaja akhir, yang mana mereka sedang melakukan pencarian jati diri dan membutuhkan eksistensi.
“Bila orang dengan usia rentan seperti itu mendalami konten-konten tersebut lebih jauh, dia akan terpapar. Apalagi, media sosial menggunakan algoritma. Ketika seseorang menyukai suatu konten, dia akan dibanjiri konten-konten serupa,” terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.