BLITAR, KOMPAS.com - Ratusan warga Desa Kedawung, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mendatangi kantor desa setempat, Rabu (18/5/2022) malam.
Warga yang mengatasnamakan diri sebagai Warga Kedawung Bersatu itu menolak aktivitas penambangan pasir yang mulai mendekati area permukiman.
Juru bicara Warga Kedawung Bersatu, Endang Wikanti (41), mengeklaim mayoritas warga desa mendukung penolakan penambangan pasir ke area permukiman warga.
"Penambangan yang sudah berlangsung bertahun-tahun di aliran sungai lahar selama ini saja sudah mengganggu warga, sekarang mereka malah merambah area permukiman," ujar Endang saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (20/5/2022).
Menurut Endang, aksi protes yang dilakukan warga dengan mendatangi kantor desa pada malam hari dipicu oleh aktivitas penambangan pasir di pekarangan milik warga di RT 5/RW 8 awal pekan ini.
Pekarangan tersebut adalah tanah hak milik warga yang selama ini ditanami nanas seperti halnya mayoritas lahan lain di desa tersebut.
Pemilik lahan, ujarnya, rupanya menjual tanah berpasir di pekarangannya kepada pihak penambang.
Penolakan warga, lanjut Endang, didasarkan pada kesepakatan yang sudah lama antara warga Kedawung dan para penambang terkait larangan melakukan penambangan di lahan hak milik warga.
Baca juga: BPCB Jatim Pindahkan 4 Benda Cagar Budaya dari Abad Ke-14 di Blitar
"Jika penambangan mulai merambah tanah pemajakan maka dampak lingkungan yang ditanggung warga pasti akan semakin besar," ujarnya.
Endang mengakui penambangan pasir selama ini juga telah menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak warga Kedawung.
"Tapi ketika penambangan merambah lahan pemajakan dan masuk area permukiman, semua warga sepakat menolak," jelasnya.
Meski dipicu penambangan di area permukiman, kata dia, warga akhirnya juga mengungkit penambangan di aliran lahar Gunung Kelud yang melintas Desa Kedawung.
Warga menilai, kata dia, para penambang selama bertahun-tahun menambang pasir sangat sedikit memberikan kompensasi atas dampak yang mereka rasakan.
Dampak aktivitas penambangan pasir, kata Endang, adalah kebisingan alat-alat berat yang terdengar sampai permukiman, getaran dari alat berat yang mereka rasakan, rusaknya jalan-jalan desa, hingga tersedotnya sumber air tanah.
"Di aliran sungai lahar mereka menggali tanah hingga sangat dalam, belasan meter mungkin lebih. Akibatnya, air tanah tersedot ke sana," klaim Endang.