Ia mengeklaim, di era Orde Baru pihak integrator sama sekali dilarang ikut masuk ke pembudidayaan ayam petelur dengan tujuan memproduksi telur.
Pada masa itu, ujarnya, produksi telur dengan pembudidayaan ayam petelur diserahkan kepada peternak rakyat.
"Dan kalau tidak salah waktu itu satu peternak hanya dibatasi populasi ayamnya maksimal 5.000 ekor," ujarnya.
Sejak era reformasi, tambah Suroto, pelaku usaha besar diperbolehkan masuk ke pembudidayaan ayam petelur untuk memproduksi telur tanpa adanya batasan populasi. Sehingga satu peternak dengan modal besar dapat memiliki ayam hingga 1 juta ekor bahkan lebih.
"Jadi kalau pemerintah katakan saat ini terjadi kelebihan populasi, menurut kami memang benar. Tapi yang paling dirugikan dalam situasi ini peternak rakyat yang kecil modalnya," kata dia.
Keadaan makin para, kata dia, karena integrator diizinkan membudidayakan ayam petelur.
Baca juga: Kota Blitar Optimistis Tuntaskan Vaksinasi Anak 6-11 Tahun Akhir Februari
Suroto menambahkan, pemerintah memang membatasi kepemilikan populasi ayam petelur milik integrator. Tak boleh lebih dari dua persen populasi ayam petelur nasional.
Namun, kata Suroto, peternak rakyat meyakini kepemilikan populasi ayam oleh integrator jauh melebihi batas maksimal dua persen tersebut.
"Pemerintah membiarkan peternak rakyat bersaing di pasar melawan raksasa-raksasa usaha ini, integrator dan juga peternak skala besar," ujarnya.
Sejak situasi sulit selama lebih dari satu tahun terakhir, kata Suroto, peternak rakyat di Blitar telah kehilangan populasi ayam mereka paling sedikit 40 persen karena tak mampu menghadapi persaingan usaha yang keras dan fluktuasi harga.
Ia mengakui, terdapat faktor penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, ada kelebihan pasokan telur.
"Tapi sampai hari ini kami belum melihat keberpihakan pemerintah. Dan kami masih menaruh harapan kepada Pak Jokowi. Kami percaya persoalan peternak rakyat hanya dapat diselesaikan oleh Pak Presiden, bukan menteri apalagi dirjen," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.