Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Dokter Sutomo, Pahlawan Nasional Asal Nganjuk yang Menggagas Berdirinya Budi Utomo

Kompas.com, 5 Februari 2022, 11:01 WIB
William Ciputra

Penulis

KOMPAS.com - Dokter Sutomo merupakan sosok penggagas berdirinya organisasi modern pertama di Indonesia yang bernama Budi Utomo (Boedi Oetomo).

Berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 sekaligus menjadi awal maraknya pergerakan nasional bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri.

Diketahui, lahirnya Budi Utomo disusul oleh berdirinya sejumlah organisasi bahkan partai politik yang keras menentang penindasan kolonial Belanda.

Baca juga: Biografi Douwes Dekker, Tokoh Tiga Serangkai Pendiri Indische Partij Asal Pasuruan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Dokter Sutomo dengan Budi Utomo-nya menjadi inspirasi bagi para tokoh yang lain untuk mengangkat martabat bangsa Indonesia.

Profil Dokter Sutomo

Sutomo lahir di Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 30 Juli 1888, dengan nama kecil Soebroto.

Sutomo lahir dari keluarga priyayi zaman itu. Ayahnya bernama Raden Suwaji seorang pegawai pangreh yang berpikiran maju dan modern.

Sementara kakeknya bernama Raden Ngabehi Singawijaya atau KH Abdurrakhman.

Dari kakeknya ini Sutomo dididik untuk menjadi seorang yang taat beragama, rajin beribadah, dan memiliki pendirian yang teguh.

Memasuki usia 6 tahun, Sutomo dan keluarganya pindah ke Madiun. Di sana dia sekolah di Sekolah Rendah Bumiputera, Maospati Madiun.

Baca juga: Profil Cipto Mangunkusumo dan Perjuangan Memberantas Wabah Pes di Malang

Berikutnya, Sutomo melanjutkan sekolah di Europeesche Lagere School (ELS), Bangil, Jawa Timur.

Di sekolah menengah inilah Sutomo mengganti namanya dari yang awalnya Soebroto menjadi Sutomo.

Lulus dari ELS, Sutomo berkesempatan untuk menempuh pendidikan di Sekolah Dokter Bumiputera atau STOVIA di Batavia.

Mendirikan Budi Utomo

Sutomo resmi menjadi siswa di STOVIA pada tanggal 10 Januari 1903. Saat itu usianya genap 15 tahun.

Konon, Sutomo pada awal masa pendidikannya dikenal sebagai sosok yang berani, malas belajar, dan suka mencari masalah.

Kondisi tersebut membuat hasil belajar Sutomo kurang memuaskan pada tahun-tahun awal di STOVIA.

Namun sikap Sutomo berubah drastis memasuki tahun keempat dia di sekolah tersebut.

Perubahan sikap dan cara hidup Sutomo ke arah yang lebih baik semakin menjadi saat ayahnya meninggal dunia pada 28 Juli 1907.

Sejak itu, Sutomo menjadi sosok yang memiliki jiwa sosial tinggi dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

Baca juga: STOVIA, Sekolah Dokter Zaman Hindia Belanda

Pada saat-saat itu, Sutomo berjumpa dengan Dokter Wahidin Sudirohusodo yang merupakan alumni STOVIA.

Dokter Wahidin saat itu berkunjung ke STOVIA dan bertemu dengan para mahasiswa, termasuk Sutomo.

Dalam pertemuan itu, Dokter Wahidin mengemukakan gagasannya untuk mendirikan organisasi yang jadi wadah untuk mengangkat derajat bangsa.

Gagasan Dokter Wahidin itu ditangkap dan terus direnungkan oleh Sutomo.

Berikutnya, Sutomo bersama dengan mahasiswa lain seperti Gunawan Mangunkusumo dan Soeradji Tirtonegoro secara intens melakukan diskusi.

Hingga akhirnya Sutomo dan dua orang itu mengadakan pertemuan dengan mahasiswa STOVIA lainnya untuk membahas pendirian organisasi.

Pertemuan dilakukan di Ruang Anatomi STOVIA, dan menghasilkan pendirian organisasi bernama Perkumpulan Budi Utomo.

Maka Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Tanggal itu hingga kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Karir dan Perjuangan Dokter Sutomo

Dokter Sutomo merampungkan studinya di STOVIA pada tahun 1911.

Sejak saat itu, Sutomo resmi menjadi dokter dan berpindah-pindah tugas dari satu daerah ke daerah lain.

Sutomo juga tercatat sebagai salah satu tenaga medis yang menangani wabah pes di Malang.

Dalam menjalankan tugas mengobati rakyat, Sutomo tidak pernah memungut biaya pengobatan.

Pada tahun 1917, Sutomo menikah dengan seorang perawat Belanda. Dua tahun kemudian, dia berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi hingga tahun 1923.

Di Belanda, Sutomo bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian menjelma menjadi Perhimpunan Indonesia.

Baca juga: Biografi Dokter Sutomo: Pendiri Budi Utomo dan Kisah Cinta Beda Agama

Bahkan dalam periode 1920-1921, Dokter Sutomo dipercaya untuk memimpin Perhimpunan Indonesia.

Sepulangnya ke Tanah Air, Sutomo bekerja sebagai dosen di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), di Surabaya.

Sutomo juga mendirikan Indonesian Study Club (ISC) pada tahun 1924.

ISC mengalami perkembangan pesat sejak didirikan. Maka pada tahun 1930, namanya diganti menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).

Melalui PBI, Sutomo banyak membantu rakyat dan memperjuangkan hak-hak mereka.

Namun Sutomo tidak sempat menyaksikan bangsa merdeka dan terbebas dari penjajah.

Dokter Sutomo meninggal dunia pada 30 Mei 1938. Dia dimakamkan di Bubutan, Surabaya.

Untuk mengenang jasa-jasanya, Dokter Sutomo ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 27 Desember 1961.

Sumber:
Kompas.com
Tribunnews.com

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau