Sehingga selama berprofesi sebagai wartawan, ia seringkali membuat tulisan-tulisan yang membuat pro terhadap kaum Indo dan pribumi.
Bergabungnya Danudirja, Tjipto dan Soewardi ke dalam Insulinde memperkokoh perjuangan dalam bidang politik.
Pada 1919, Insulinde berubah nama menjadi National Indische Partij yang diketuai Soewardi.
Bergabung ketiganya di organisasi ini telah mengkhawatirkan pemerintah kolonial, ketiganya dianggap telah membawa pengaruh ke Insulinde untuk menjalankan politik kontra pemerintah atau anti kolonial.
Baca juga: Diberi Gelar Pahlawan Nasional Barbados, Rihanna Didoakan Bersinar Seperti Berlian
Pada 1921, pemerintah kolonial resmi membubarkan National Indische Partij yang dianggap membahayakan ketertiban umum.
Dari organisasi politik, Danudirja berpindah haluan dengan berjuang di jalur pendidikan. Dia melihat diskriminasi pendidikan kaum pribumi terus berjalan.
Danudirja tergerak untuk mempropagandakan sebuah pemikiran dan pembelajaran tentang makna nasionalisme untuk tujuan akhir, yaitu Hindia Belanda memperoleh Kemerdekaan melalui perjuangan yang tidak mudah.
Danudirja siap mengabdikan jiwa dan raga untuk kemajuan pendidikan di Hindia Belanda.
Hal ini terbukti sejak November 1924, lembaga Priangan diubah menjadi yayasan yang bernama School Vereeniging Het Kesatrian Institute atau sering disingkat Kesatrian Institut.
Tujuan sekolah untuk memberikan pembelajaran yang lebih baik pada rakyat Hindia Belanda.
Pada Januari 1941, Danudirja ditangkap dan ditahan di Ngawi dengan tuduhan menjadi kaki tangan Jepang.
Alasannya, karena adanya rencana pengiriman pelajar lulusan sekolah Ksatrian ke Jepang. Tuduhan itu hanya alasan yang dicari-cari oleh pemerintah kolonial untuk menangkapnya.
Baca juga: 2 Tokoh Jatim Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ini Penjelasan Kadinsos Jatim
Setelah proklamasi kemerdekaan, Danudirja kembali ke Indonesia dan turut dalam perjuangan
kemerdekaan. Ia ditangkap dan dipenjarakan kembali oleh Belanda.
Setelah dibebaskan, ia bermukim di Bandung hingga ujung usia. Danudirja meninggal
28 Oktober 1950 di Bandung.
Sumber: dpad.jogjaprov.go.id, kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id, dan
diskerpus.lebakkab.go.id