SURABAYA, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan tidak setuju dengan sebutan anak nakal atau siswa nakal.
"Ya Allah, saya itu sangat tidak setuju kalau mereka disebut anak nakal. Saya minta semua hati-hati dalam penyebutan anak nakal," kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi saat ditanya tentang penanganan anak nakal di Jatim, Kamis (15/5/2025).
Baginya, istilah "nakal" adalah "N Akal" yang artinya adalah akal yang tidak terhingga.
Baca juga: Jakarta Pilih Bina Anak Nakal lewat Taman dan Perpustakaan, Bukan Barak Militer
Sesuai ajaran agama, anak yang terlahir itu dalam keadaan fitrah atau bersih dan suci.
"Anak yang terlahir seperti kertas putih, tapi kemudian diberi warna A, warna B, warna C itu tanggung jawab kita semua sebagai orangtua," terangnya.
Khofifah menolak dibanding-bandingkan dengan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dalam hal menangani anak nakal.
"Wes to rek, ojo dibanding-bandingke (sudah, jangan dibanding-bandingkan)," ujarnya.
Lebih dari itu, menurutnya, Jawa Timur sudah memiliki sekolah-sekolah taruna untuk memberi pendidikan karakter kepada para siswanya.
Dia merinci, di era Gubernur Soekarwo, Pemprov Jatim sudah membangun SMA Taruna Nala di Malang dan SMA Taruna Angkasa di Madiun.
Di eranya, dia melanjutkan pembangunan SMA Taruna Brawijaya di Kediri, SMA Taruna Bhayangkara di Banyuwangi, SMA Taruna Madani Pasuruan, dan dalam proses pembangunan saat ini adalah SMA Taruna Pamong Praja yang bekerja sama dengan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Bojonegoro.
"Kita sudah punya cara, lewat sekolah tersebut, anak-anak Jatim akan dididik mendapatkan karakter kebangsaan, karakter nusantara, hingga karakter ke-Indonesiaan," ujarnya.
Sekali lagi, Khofifah meminta tidak dibanding-bandingkan dengan kebijakan daerah lain.
"Jangan dibawa ke arah sana, jangan dibanding-bandingkan," ujarnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerapkan hukuman kepada anak yang dianggap nakal untuk masuk ke barak militer.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggandeng TNI dan Polri dalam pelaksanaan program pendidikan berkarakter di beberapa wilayah di Jawa Barat.
Menurut Dedi, siswa yang menjadi prioritas dalam program ini adalah mereka yang sulit dibina dan terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal.
Peserta program dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua, dengan durasi pembinaan selama enam bulan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang