BANYUWANGI, KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi, Syamsul Arifin, menanggapi kasus 27 warga Banyuwangi yang diteror penagih utang meski tak meminjam uang.
Syamsul mengingatkan kembali bahwa Banyuwangi pernah membahas rancangan peraturan daerah (Raperda) yang mengatur larangan terhadap praktik rentenir.
Baca juga: Bocah Laki-laki di Banyuwangi Tenggelam saat Ibunya Menemui Tamu
Syamsul menjelaskan, Raperda itu disusun tahun 2016 dan prosesnya sampai tahap finalisasi di tingkat provinsi.
Tak diduga, permintaan revisi yang turun terlalu banyak, yakni berkas dokumen draft tersebut harus ditambahi hingga tiga bab.
"Bukan hanya kurang pasal penambahan ini, ternyata kurang 3 bab, sehingga untuk menyelesaikan untuk rentang waktu pada saat itu (tidak cukup). Yang sudah hampir finalisasi di akhir tahun 2016, akhirnya terbengkalai," kata Syamsul di kantornya, Senin (7/3/2022).
Baca juga: Merasa Tak Pinjam Uang, 27 Warga di Banyuwangi Diteror Debt Collector, Ini Ceritanya
Pada tahun anggaran tersebut, sisa waktu yang ada tidak cukup untuk memenuhi permintaan revisi berupa penambahan tiga bab baru.
Karena penyusunannya tidak dilanjutkan, termasuk di tahun-tahun berikutnya, maka Raperda itu tak jadi disahkan.
Syamsul menjelaskan, pembahasan Raperda lama tersebut sangat memungkinkan untuk dibuka kembali dan dirampungkan.
Apalagi, baru-baru ini muncul keresahan sebagian warga Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, terkait praktik rentenir.
"Dalam rangka untuk mengatasi uang yang bunga berbunga, beranak pihak, bahkan cucu-cucu. Ada yang berhitung hari, ada yang berhitung minggu. Satu minggu bunganya hanya tiga persen, tapi kalau satu bulan berapa. Kemudian banyak masyarakat kita, yang terjerat," kata Syamsul lagi.
Baca juga: Jadwal Panen dan Cuaca Ekstrem di Banyuwangi Jadi Penyebab Harga Cabai Melonjak