Aminah bekerja di warung itu setiap hari seorang diri, mulai pukul 05.00 hingga pukul 18.00. Sedangkan suaminya, Mohni bekerja sebagai kuli bangunan dan bekerja serabutan.
"Kalau sore nanti gantian pak Mohni yang jaga sampai jam 11 malam. Kalau dulu saya buka 24 jam tapi karena sekarang sepi jadi jam 11 malam sudah tutup," ujarnya.
Usaha warung kopi itu telah dirintis sejak 10 tahun yang lalu. Ia sengaja membantu suaminya mencari nafkah agar tiga anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
"Saya ingin anak saya lebih baik dari saya dan semuanya bisa menjadi orang sukses," ucapnya.
Keinginnannya bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi bukan tanpa sebab. Sebagai penyandang tuna aksara, ia tak ingin anak-anak merasakan hal yang sama seperti dirinya saat ini.
"Saya ini bukan orang pintar, makanya saya ingin anak saya menjadi orang pintar jangan seperti saya," imbuhnya.
Baca juga: Kisah Siti Aisyah, Ibu 5 Anak Berprofesi Penambal Ban Truk di Surabaya
Mimpi itulah yang membuat Aminah terus bekerja keras untuk tiga anaknya tersebut. Meski keuntungan dari warungnya tak banyak, ia tetap menekuni usaha tersebut hingga saat ini.
"Tiap cangkir untungnya tidak seberapa, paling banyak Rp 2 sampai Rp 3 ribu. Kita harus pintar-pintar mengelola uang yang ada. Harus sabar menunggu rezeki yang penting kita ikhtiar," tuturnya.
Dari keuntungan tiap cangkir itulah, Aminah berhasil menyekolahkan tiga anaknya. Satu putranya kini sudah masuk perguruan tinggi, putra keduanya masih duduk di bangku SMA sedangkan satu putrinya baru masuk SMP.
"Semuanya mondok. Yang tertua mondok sambil kuliah di Sampang, lalu yang nomor dua dan tiga ada di satu pondok di Sampang juga tapi beda pondok dengan kakaknya yang pertama," ungkapnya.
Aminah mengaku kerap merindukan anak bungsunya. Apalagi, putrinya baru lulus SD dan kerap menemaninya di warung usai pulang sekolah dahulu.
"Dulu biasanya anak saya yang bungsu selalu menemani saya jaga warung. Sering saya kangen tapi harus kuat supaya anak saya di sana juga bisa bertahan untuk belajar," imbuhnya.
Komunikasi dengan dua anaknya yang masih SMA dan SD itu saat ini hanya melalui surat yang ditulis anaknya dan dikirim melalui pengurus pondok. Sedangkan dengan anak tertuanya ia kerap berkomunikasi langsung melalui video call.
Baca juga: Cerita Bertemu Jodoh Hesti dan Erdin, Berkat Doa Ibu yang Spesifik
"Kalau ada surat dari anak saya itu, saya biasanya minta bacakan ke pelanggan di warung. Anak-anak kalau ngirim surat melalui pengurus pondok itu biasanya minta dikirim sabun dan keperluan pribadinya," tuturnya.
Meski berpisah dengan tiga anaknya, Aminah tetap menyempatkan waktu sebulan sekali untuk berkunjung ke tiga anaknya di pondok. Waktu itulah yang selalu dinanti oleh Aminah tiap bulannya.