Menurut dia, hilangnya pepohonan tersebut akan berdampak pada kenyamanan warga. “Keluarga yang biasa berwisata dan menikmati rindangnya pohon tidak akan bisa lagi,” ujar dia.
Fadel menilai, pohon tabebuya belum terbukti memberikan keteduhan. Hingga kini belum ada tabebuya di pinggir jalan di Sumenep yang sudah rindang dan menyejukkan.
Baca juga: Penebangan Pohon di SMAN 1 Semarang Diprotes Alumni, Ganjar Minta Tidak Saling Menyalahkan
Selain itu, setahu Fadel, beberapa jenis tabebuya rentan terhadap rayap, sehingga berisiko tumbang ketika besar.
Meski tabebuya dikenal indah saat berbunga, dia menilai nilai ekologisnya masih belum sebanding.
“Mungkin Sumenep latah seperti kota-kota lain, seperti di Surabaya. Jika memang ingin membuat momen indahnya pohon tabebuya, kenapa kok di taman kota,” keluh dia.
Kompas.com sudah berusaha menghubungi Kepala Pelaksana Harian (PLH) Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumenep untuk meminta penjelasan terkait penebangan pohon tersebut.
Namun hingga berita ini ditayangkan, Kepala PLH Dinas Lingkungan Hidup maupun koordinator taman kota belum memberikan respons.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang