Salin Artikel

Hari Pohon Sedunia, Puluhan Pohon Besar dan Rindang di Taman Kota Sumenep Ditebang

Pantauan Kompas.com, penebangan dilakukan di sisi selatan taman, tepat di depan Komando Distrik Militer (Kodim) 0827/Sumenep.

Potongan batang besar dengan usia pohon diperkirakan sekitar 40 tahun tampak berserakan dan sebagian menutupi badan jalan. Akibatnya, kawasan taman yang sebelumnya teduh tampak berubah dan kehilangan kesan asrinya.

Tidak hanya itu, penebangan pohon yang telah berusia puluhan tahun juga terlihat sepanjang sisi selatan Jalan Diponegoro.

Di lokasi itu, area yang ditebang tampak gundul, sementara di sekitar sisa batang pohon terlihat tumpukan batu, tanah, dan kolong semen.

Pegiat lingkungan, Fadel Abu Aufa, menyayangkan penebangan pohon yang sudah berusia puluhan tahun tersebut.

“Melihat kondisi di lapangan, sangat kecewa,” kata Fadel kepada Kompas.com, Jumat (21/11/2025).

Fadel menjelaskan, pohon yang ditebang adalah pohon angsanah atau sonokeling. Banyak warga yang dia temui juga mengaku kecewa.

“Ketemu dengan banyak orang, juga menyayangkan penebangan itu,” tambahnya.

Fadel menilai, pohon-pohon besar tersebut membutuhkan waktu panjang untuk tumbuh hingga mencapai ukuran sekarang.

Di samping itu, penebangan tidak sejalan dengan urgensi perubahan iklim. “Sekarang kan terjadi pemanasan global, harus banyak menanam pohon. Kenapa pohon yang sudah rindang malah ditebang,” keluh dia.

Informasi yang diterimanya, pohon-pohon tersebut akan diganti dengan pohon tabebuya. Namun dia mempertanyakan pilihan lokasi penanaman penggantinya.

“Katanya, penebangan dilakukan oleh Dinas PUTR dan akan diganti dengan pohon tabebuya,” ungkap dia.

“Kenapa kok di taman kota, kenapa kok tidak di area lain yang khusus tabibuya,” kata dia lagi.

Berdasarkan hasil penelusuran melalui citra satelit, puluhan pohon angsanah yang ditebang itu sudah ada sejak 1984 dan diperkirakan berusia lebih dari 40 tahun.

Menurut dia, hilangnya pepohonan tersebut akan berdampak pada kenyamanan warga. “Keluarga yang biasa berwisata dan menikmati rindangnya pohon tidak akan bisa lagi,” ujar dia.

Fadel menilai, pohon tabebuya belum terbukti memberikan keteduhan. Hingga kini belum ada tabebuya di pinggir jalan di Sumenep yang sudah rindang dan menyejukkan.

Selain itu, setahu Fadel, beberapa jenis tabebuya rentan terhadap rayap, sehingga berisiko tumbang ketika besar.

Meski tabebuya dikenal indah saat berbunga, dia menilai nilai ekologisnya masih belum sebanding.

“Mungkin Sumenep latah seperti kota-kota lain, seperti di Surabaya. Jika memang ingin membuat momen indahnya pohon tabebuya, kenapa kok di taman kota,” keluh dia.

Kompas.com sudah berusaha menghubungi Kepala Pelaksana Harian (PLH) Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumenep untuk meminta penjelasan terkait penebangan pohon tersebut.

Namun hingga berita ini ditayangkan, Kepala PLH Dinas Lingkungan Hidup maupun koordinator taman kota belum memberikan respons.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/11/21/104738478/hari-pohon-sedunia-puluhan-pohon-besar-dan-rindang-di-taman-kota-sumenep

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com