Selepas pandemi, pasar masih lesu. Namun ia tidak menyerah dan semakin rajin mengikuti pelatihan yang diselenggarakan kementerian maupun swasta.
Dalam setahun, ia bisa mengikuti hingga tujuh program, mulai dari pemasaran, branding, hingga coaching one on one.
“Sambil ngerjain pesanan, sambil belajar. Rasanya kaya anak kuliahan lagi,” kata warga Wonocolo Bendulan itu.
Baca juga: Tingkatkan Keterampilan Pelaku UMKM, PLN Ajak 250 IRT Pelatihan Menjahit dan Membatik
Selain pengetahuan, ia mendapat jaringan baru dari berbagai daerah di Indonesia. Dari jejaring inilah peluang pameran terbuka lebar. Namun, setiap pameran mengharuskannya lolos kurasi ketat.
“Kadang penguji kejam banget. Meskipun produk kita best seller, bisa dibilang tidak ada bagus-bagusnya. Tapi kalau kita mau berbesar hati, kita bisa meningkatkan karya. Itu yang bikin mental jadi kuat,” sambungnya.
Produk kreatif, bahan lokal dan pasar global
Decak Handmades kini memproduksi ratusan jenis produk mulai dari sarung bantal, bantal leher, taplak meja, hingga totebag lipat yang sedang tren.
Harga produknya bervariasi, mulai dari Rp 45.000 untuk gantungan kunci, hingga Rp 5 juta untuk bedcover premium. Produk andalannya memang berganti mengikuti tren.
Keunikan Decak Handmades ada pada bahan yang digunakan. Ia lebih banyak memakai kain lokal seperti batik, lurik, hingga ecoprint.
Menurutnya, kain Indonesia tidak hanya layak untuk busana, tetapi juga bisa menjadi dekorasi rumah yang elegan.
“Hampir 90 persen bahan yang kami pakai lokal. Saya ingin orang asing bisa membawa pulang kebanggaan dari Indonesia, bukan hanya dalam bentuk pakaian, tapi juga untuk rumah mereka,” tutur Eka Setyowati.
Kini produknya sudah sampai ke Kanada, India, Australia, bahkan dalam proses ekspor resmi ke Brunei Darussalam.
Sebagian pengiriman memang masih dibawa langsung oleh pembeli, tapi itu tidak mengurangi semangatnya untuk memperluas pasar.
Baca juga: Kisah Maria 10 Tahun Belajar Menjahit dari YouTube, Produknya Dibeli Rombongan Ibu Negara
Melibatkan warga sekitar
Kesuksesan Decak Handmades tidak hanya menjadi cerita pribadinya. Sebab ia juga memberdayakan warga sekitar untuk ikut serta.
Para tetangga dilatih menjahit agar bisa membantu produksi, sementara ia dan tim fokus pada desain dan pola.
Dengan begitu, Decak Handmades bukan hanya sekadar usaha, melainkan juga ruang berbagi manfaat ekonomi.
“Harapan saya, Decak Handmades semakin dikenal, bukan hanya di Surabaya tapi juga di pasar internasional. Semoga ini bisa jadi bukti bahwa hobi, kalau dijalani dengan serius, bisa jadi peluang besar,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang