Salin Artikel

Dari Hobi Menjahit Saat Jadi Perantauan, Ibu Rumah Tangga di Surabaya Sukses Go International

Kisahnya bermula pada tahun 2008, ketika ia ikut mendampingi sang suami bertugas di luar Jawa.

Di tanah rantau, kesibukan rumah tangga tidak lagi padat, ia merasa bingung, tidak tahu harus mengisi waktu dengan apa.

“Awalnya gabut, karena anak-anak sudah sekolah. Akhirnya saya belajar menjahit bareng tetangga. Banyak juga orang asing yang jadi tetangga, jadi saya belajar bareng orang bule,” kenangnya saat berbincang dengan Kompas.com.

Kegiatan itu awalnya hanya sekadar hobi. Namun ketika kembali ke Surabaya, kecintaannya pada jahit-menjahit sempat ia tinggalkan. Hingga pada tahun 2019, permintaan dari orang-orang sekitar mulai datang.

Dari sekadar pesanan kecil, lahirlah Decak Handmades, sebuah usaha yang kini dikenal luas sebagai pengrajin home decor berbahan tekstil dengan sentuhan khas Nusantara.

Dari pameran perdana ke masa sulit pandemi

Langkahnya semakin mantap ketika pada Agustus 2019, ia mulai mengomersialkan produknya. Tiga bulan kemudian, ia mendapat kesempatan tampil dalam pameran besar di Jakarta Convention Center (JCC).

“Agak kaget kok bisa lolos. Awalnya bingung mau ambil atau tidak, tapi ini kan kesempatan. Jadi pameran pertama langsung tingkat nasional,” kata Eka Setyowati.

Namun, semangat itu harus terhenti sejenak saat pandemi Covid-19 melanda awal tahun 2020.

“Lagi semangat-semangatnya tapi kok keadaan makin ke sini makin nggak bisa bergerak. Rasanya langsung mati gaya,” imbuhnya.

Di tengah kebingungan, ia teringat kursus bisnis yang pernah diikuti. Materi itu ia buka kembali, dipraktikkan, dan tanpa disangka justru menjadi titik balik.

Ketika masker langka, ia merancang desain yang unik, nyaman, dan berbeda.

“Masker ini benar-benar menghidupi kita selama pandemi. Pesanan bahkan sampai ke luar negeri, ke Perancis, Brunei, sampai Turki. Itu yang membuat saya percaya diri kalau usaha ini ada prospeknya,” tuturnya penuh syukur.

Belajar, jaringan dan mental yang diuji

Selepas pandemi, pasar masih lesu. Namun ia tidak menyerah dan semakin rajin mengikuti pelatihan yang diselenggarakan kementerian maupun swasta.

Dalam setahun, ia bisa mengikuti hingga tujuh program, mulai dari pemasaran, branding, hingga coaching one on one.

“Sambil ngerjain pesanan, sambil belajar. Rasanya kaya anak kuliahan lagi,” kata warga Wonocolo Bendulan itu.

Selain pengetahuan, ia mendapat jaringan baru dari berbagai daerah di Indonesia. Dari jejaring inilah peluang pameran terbuka lebar. Namun, setiap pameran mengharuskannya lolos kurasi ketat.

“Kadang penguji kejam banget. Meskipun produk kita best seller, bisa dibilang tidak ada bagus-bagusnya. Tapi kalau kita mau berbesar hati, kita bisa meningkatkan karya. Itu yang bikin mental jadi kuat,” sambungnya.

Produk kreatif, bahan lokal dan pasar global

Decak Handmades kini memproduksi ratusan jenis produk mulai dari sarung bantal, bantal leher, taplak meja, hingga totebag lipat yang sedang tren.

Harga produknya bervariasi, mulai dari Rp 45.000 untuk gantungan kunci, hingga Rp 5 juta untuk bedcover premium. Produk andalannya memang berganti mengikuti tren.

Keunikan Decak Handmades ada pada bahan yang digunakan. Ia lebih banyak memakai kain lokal seperti batik, lurik, hingga ecoprint.

Menurutnya, kain Indonesia tidak hanya layak untuk busana, tetapi juga bisa menjadi dekorasi rumah yang elegan.

“Hampir 90 persen bahan yang kami pakai lokal. Saya ingin orang asing bisa membawa pulang kebanggaan dari Indonesia, bukan hanya dalam bentuk pakaian, tapi juga untuk rumah mereka,” tutur Eka Setyowati.

Kini produknya sudah sampai ke Kanada, India, Australia, bahkan dalam proses ekspor resmi ke Brunei Darussalam.

Sebagian pengiriman memang masih dibawa langsung oleh pembeli, tapi itu tidak mengurangi semangatnya untuk memperluas pasar.

Melibatkan warga sekitar

Kesuksesan Decak Handmades tidak hanya menjadi cerita pribadinya. Sebab ia juga memberdayakan warga sekitar untuk ikut serta.

Para tetangga dilatih menjahit agar bisa membantu produksi, sementara ia dan tim fokus pada desain dan pola.

Dengan begitu, Decak Handmades bukan hanya sekadar usaha, melainkan juga ruang berbagi manfaat ekonomi.

“Harapan saya, Decak Handmades semakin dikenal, bukan hanya di Surabaya tapi juga di pasar internasional. Semoga ini bisa jadi bukti bahwa hobi, kalau dijalani dengan serius, bisa jadi peluang besar,” pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/05/175032378/dari-hobi-menjahit-saat-jadi-perantauan-ibu-rumah-tangga-di-surabaya-sukses

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com