Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omzet Menurun, Perajin Batik Motif Banteng Asal Kota Batu Lebih Pilih Garap Diecast

Kompas.com, 2 Oktober 2025, 17:32 WIB
Nugraha Perdana,
Icha Rastika

Tim Redaksi

BATU, KOMPAS.com - Penurunan omzet drastis hingga 60 persen dalam dua tahun terakhir memaksa perajin batik motif banteng khas Kota Batu, Jawa Timur, yakni Anjani Sekar Arum, untuk memutar otak demi mempertahankan usahanya.

Kini, pemilik Sanggar Batik Banteng itu memilih fokus menggarap produk kerajinan (craft) hingga diecast bernuansa batik untuk menjaga dapur tetap mengepul dan menghidupi pegawai yang tersisa.

Anjani, awalnya yang merintis usaha sejak 2014, terinspirasi dari kesenian bantengan untuk menciptakan motif batik yang menjadi ciri khas Kota Batu. Langkah ini diambilnya untuk menawarkan sesuatu yang berbeda dari motif apel yang sudah lebih dulu ada.

"Awalnya, banyak yang mengira motif banteng ini berkaitan dengan salah satu partai politik, sehingga enggan membeli. Kami harus terus-menerus mengedukasi masyarakat bahwa ini adalah budaya," ungkap Anjani, Kamis (2/10/2025).

Baca juga: Geliat Batik Garudeya, Batik Khas Kabupaten Malang yang Banyak Dicari

Produknya, mulai dari batik tulis yang pengerjaannya memakan waktu hingga tiga bulan hingga batik cap, pernah menembus pasar internasional seperti Jerman, Taiwan, dan Hong Kong.

Namun, kejayaan itu meredup seiring dengan perubahan perilaku pasar dan kebijakan pemerintah.

Menurut Anjani, penurunan omzet yang dialaminya merupakan fase terparah selama ia berbisnis.

Salah satu faktor utamanya adalah pergeseran selera konsumen yang kini lebih memprioritaskan harga murah ketimbang kualitas dan kerumitan proses pembuatan.

"Sekarang orang hanya melihat produk itu murah dan bagus, tanpa menghargai detail proses di baliknya. Ini diperparah dengan munculnya pembatik baru yang menjual produk dengan kualitas sederhana dan harga murah," ujarnya.

Baca juga: Mengintip Geliat Perajin Batik Kediri, Kolaborasi dan Kreasi agar Tetap Eksis

Selain itu, ia menyoroti adanya kebijakan pemerintah yang melarang pengadaan seragam batik untuk aparatur sipil negara (ASN) sebagai salah satu pukulan telak bagi usahanya.

"Sejak ada kebijakan efisiensi anggaran yang tidak memperbolehkan pembuatan seragam batik, pesanan dari pemerintah terhenti. Dulu omzet kami bisa mencapai Rp 50 juta hingga Rp 70 juta sebulan, sekarang dapat separuhnya saja sudah bersyukur," ujar dia. 

Dampaknya, Anjani terpaksa melakukan perampingan besar-besaran. Dari total 42 pegawai yang pernah ia miliki, kini hanya tersisa 13 orang.

Untuk bertahan, Anjani kini lebih fokus mengolah sisa kain batiknya menjadi ratusan jenis produk kerajinan bernilai jual, mulai dari tas, sepatu, dan produk inovatif berupa miniatur mobil (diecast) yang dilukis dengan motif batik banteng.

"Kami harus lebih kreatif memanfaatkan kain yang ada untuk dijadikan produk yang menghasilkan uang. Ini adalah cara kami menghidupi pegawai tanpa harus mengemis pekerjaan kepada pemerintah," ujarnya.

Baca juga: Batik Maluang, Warisan Berau yang Tembus Pasar Nasional

Sebuah paket produk diecast kreasinya bahkan dibanderol dengan harga 350 dollar AS dan dijadwalkan akan diluncurkan pada 23 Oktober 2025 mendatang.

Langkah ini menjadi upaya Anjani untuk terus berinovasi di tengah tantangan ekonomi yang berat.

"Untuk diecast, kami baru buat satu jenis mobil, kalau memang laku kita akan buat model yang truk, tergantung nanti pasca launching," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau