Kini, pemilik Sanggar Batik Banteng itu memilih fokus menggarap produk kerajinan (craft) hingga diecast bernuansa batik untuk menjaga dapur tetap mengepul dan menghidupi pegawai yang tersisa.
Anjani, awalnya yang merintis usaha sejak 2014, terinspirasi dari kesenian bantengan untuk menciptakan motif batik yang menjadi ciri khas Kota Batu. Langkah ini diambilnya untuk menawarkan sesuatu yang berbeda dari motif apel yang sudah lebih dulu ada.
"Awalnya, banyak yang mengira motif banteng ini berkaitan dengan salah satu partai politik, sehingga enggan membeli. Kami harus terus-menerus mengedukasi masyarakat bahwa ini adalah budaya," ungkap Anjani, Kamis (2/10/2025).
Produknya, mulai dari batik tulis yang pengerjaannya memakan waktu hingga tiga bulan hingga batik cap, pernah menembus pasar internasional seperti Jerman, Taiwan, dan Hong Kong.
Namun, kejayaan itu meredup seiring dengan perubahan perilaku pasar dan kebijakan pemerintah.
Menurut Anjani, penurunan omzet yang dialaminya merupakan fase terparah selama ia berbisnis.
Salah satu faktor utamanya adalah pergeseran selera konsumen yang kini lebih memprioritaskan harga murah ketimbang kualitas dan kerumitan proses pembuatan.
"Sekarang orang hanya melihat produk itu murah dan bagus, tanpa menghargai detail proses di baliknya. Ini diperparah dengan munculnya pembatik baru yang menjual produk dengan kualitas sederhana dan harga murah," ujarnya.
Selain itu, ia menyoroti adanya kebijakan pemerintah yang melarang pengadaan seragam batik untuk aparatur sipil negara (ASN) sebagai salah satu pukulan telak bagi usahanya.
"Sejak ada kebijakan efisiensi anggaran yang tidak memperbolehkan pembuatan seragam batik, pesanan dari pemerintah terhenti. Dulu omzet kami bisa mencapai Rp 50 juta hingga Rp 70 juta sebulan, sekarang dapat separuhnya saja sudah bersyukur," ujar dia.
Dampaknya, Anjani terpaksa melakukan perampingan besar-besaran. Dari total 42 pegawai yang pernah ia miliki, kini hanya tersisa 13 orang.
Untuk bertahan, Anjani kini lebih fokus mengolah sisa kain batiknya menjadi ratusan jenis produk kerajinan bernilai jual, mulai dari tas, sepatu, dan produk inovatif berupa miniatur mobil (diecast) yang dilukis dengan motif batik banteng.
"Kami harus lebih kreatif memanfaatkan kain yang ada untuk dijadikan produk yang menghasilkan uang. Ini adalah cara kami menghidupi pegawai tanpa harus mengemis pekerjaan kepada pemerintah," ujarnya.
Sebuah paket produk diecast kreasinya bahkan dibanderol dengan harga 350 dollar AS dan dijadwalkan akan diluncurkan pada 23 Oktober 2025 mendatang.
Langkah ini menjadi upaya Anjani untuk terus berinovasi di tengah tantangan ekonomi yang berat.
"Untuk diecast, kami baru buat satu jenis mobil, kalau memang laku kita akan buat model yang truk, tergantung nanti pasca launching," katanya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/02/173255278/omzet-menurun-perajin-batik-motif-banteng-asal-kota-batu-lebih-pilih-garap