SITUBONDO, KOMPAS.com - Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) Situs Daleman, yang berasal dari Kerajaan Majapahit, di Desa Banyuglugur, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mengalami kerusakan akibat dampak pembangunan sebuah perusahaan.
Pada Selasa (16/9/2025), pihak perusahaan yang terlibat mendatangi Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk menyampaikan permohonan maaf dan meminta arahan terkait kelanjutan proyek mereka.
Muhammad Yusran, Wakil Manajer PT Hongkai dan PT Fuyuan, menyatakan bahwa pihaknya menghormati semua keputusan pemerintah daerah mengenai dugaan adanya situs cagar budaya di lokasi investasi mereka.
Baca juga: Candi Brahu: Jejak Warisan Majapahit yang Masih Tegak di Trowulan
"Kami sudah berhenti beberapa hari yang lalu ya, semenjak ada informasi dugaan situs budaya."
"Kami sangat menghargai, kalaupun memang itu nanti dinyatakan sebagai situs cagar budaya, tentunya kami akan menghormati langkah-langkah pemerintah Situbondo," ujar Yusran.
Ia menjelaskan bahwa pihak perusahaan baru mengetahui adanya informasi mengenai situs cagar budaya tersebut.
Sebelumnya, mereka tidak menyadari bahwa lokasi yang mereka gali merupakan bagian dari peninggalan sejarah.
"Kami akan mengikuti petunjuk dari pemerintah daerah Situbondo jika memang itu masuk kawasan situs sejarah. Nanti kita lihat di daerah mana, apakah lokasi kami masuk," tambahnya.
Wakil Manager PT Hongkai dan PT Fuyuan, Muhammad Yusran , dan pemilik datangi Pemkab Situbondo Jawa Timur.Yusran juga menegaskan bahwa semua administrasi perusahaan telah mendapatkan izin dari pemerintah daerah dan pusat.
Namun, mereka belum mengetahui informasi mengenai situs sejarah tersebut.
"Kami masih mencoba untuk mencari kebenaran ya, kami menunggu dari pihak yang berwenang, yakni dari Balai Pelestarian Kebudayaan," ujarnya.
Di sisi lain, Tim Cagar Budaya Yayasan Museum Balung (YMBS), Irwan Kurniadi, mengungkapkan bahwa lokasi situs tersebut telah terdaftar dalam ODCB dengan nomor 119/STB/2022.
Baca juga: Jatim Tanam Pohon Majapahit di IKN, Simbol Sinergi Rp 1 Triliun
Secara hukum, lokasi tersebut sudah mendapatkan perlindungan berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.
"Kerusakan yang terjadi meliputi beberapa struktur bangunan yang tertanam dan terurai keluar, namun yang lebih krusial adalah matinya mata air di sana yang diperkirakan awalnya adalah petirtaan," ungkap Kurniadi.
Dalam pantauan wartawan, terlihat bahwa banyak bata ukuran besar di situs peninggalan sejarah tersebut yang pecah dan hancur akibat terkena alat berat.
Selain itu, sumber mata air di daerah itu juga mengering, menambah kekhawatiran akan hilangnya warisan budaya yang berharga.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang