SURABAYA, KOMPAS.com - Saiful Rahman (SR), Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur periode 2015 - 2019 ditetapkan tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam kasus hibah SMK yang merugikan negara hampir Rp 180 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim Windhu Sugiarto mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan, dalam kontruksi kasus tersebut, SR berperan mempertemukan pihak swasta berinisial JT dan Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan Jawa Timur Hudiyono (H).
JT dan Hudiyono sudah ditetapkan tersangka lebih dulu pada 28 Agustus 2025.
"SR mempertemukan JT dan H. Dalam pertemuan tersebut, SR menyampaikan bahwa JT adalah pihak yang akan mengendalikan pelaksanaan kegiatan," kata Windhu dikonfirmasi Senin (15/8/2025).
Baca juga: Dipenjara dalam Kasus Korupsi DAK, Eks Kadindik Jatim Jadi Tersangka Lagi dalam Kasus Hibah SMK
Selanjutnya, H dan JT merekayasa proses pengadaan. JT menyiapkan harga barang sebagai dasar penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), sementara jenis dan spesifikasi barang tidak berdasarkan analisis kebutuhan sekolah, melainkan berasal dari stok yang dimiliki JT.
"Proses pengadaan dilakukan melalui mekanisme lelang, tetapi sudah dikondisikan sehingga perusahaan di bawah kendali JT menjadi pemenang. Akibatnya, barang yang disalurkan ke sekolah tidak sesuai kebutuhan dan tidak dapat dimanfaatkan," jelas Windhu.
Baca juga: Soal Pungutan Berkedok Sumbangan di SMAN 2 Mejayan Madiun, Kadindik Jatim Turun Klarifikasi
Penyaluran barang hibah maupun belanja modal dibagi dalam tiga tahap, diserahkan kepada 44 SMK Swasta sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur, serta 61 SMK Negeri sesuai SK Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur.
Tersangka SR dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
SR sendiri saat ini adalah terpidana perkara korupai Dana Alokasi Khusus (DAK) di instansinya yang merugikan negara Rp 8,2 miliar pada 2018.
Akhir 2023, dia divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
"Tersangka tidak dilakukan penahanan karena saat ini statusnya sedang menjalani hukuman badan dalam kasus korupsi DAK," terang Windhu.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang