KEDIRI, KOMPAS.com - Hingga akhir Agustus 2025, belum ada lagi penerbangan komersil di Bandara Dhoho Kediri, Jawa Timur, setelah maskapai Citilink menghentikan penerbangan dengan alasan perawatan pesawat.
Perawatan oleh maskapai Citilink rute Jakarta-Kediri sebelumnya diumumkan berlangsung hingga akhir Juli 2025. Namun hingga saat ini belum beroperasi lagi.
Praktis, bandara pertama Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibangun sepenuhnya oleh swasta, yakni PT Gudang Garam melalui anak usahanya PT Surya Dhoho Investama itu kini tak ada lagi penerbangan komersil.
Baca juga: Bandara Dhoho Kediri Sepi, Dishub Jatim Surati Kemenhub Minta Layani Penerbangan Khusus Umroh
Penerbangan di bandara itu baru berlangsung sekitar setahun. Penerbangan pertama pada April 2024 ditandai inaugural flight oleh Citilink rute Jakarta-Kediri menyusul kemudian maskapai Super Air Jet rute Kediri-Balikpapan. Kedua maskapai tersebut kini tak lagi melayani penerbangan.
“Iya untuk saat ini belum ada jadwal penerbangan komersil,” kata Legal Compliance and Stakeholder Manager Bandara Dhoho Kediri, Farah Mutia Alfiani kepada Kompas.com, Rabu (27/8/2025).
Baca juga: Bandara Dhoho Kediri Tetap Beroperasi meski Tidak Ada Penerbangan
Meski demikian, pihak manajemen tidak mengungkap penyebab belum beroperasinya lagi maskapai tersebut. Begitu juga dengan kemungkinan adanya maskapai pengganti lainnya.
Wakil Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, Khusnul Arif, menyebut alasan keterbatasan pesawat maupun perawatan pesawat merupakan sesuatu yang klise.
Menurutnya, ada faktor lain yang menjadi penyebab utamanya. Dia menduga penyebab utamanya adalah minimnya okupansi penumpang sehingga menyebabkan maskapai menghentikan penerbangan untuk menghindari kerugian.
“Saya duga bukan karena maintenance, tapi karena okupansi penumpang yang memang masih rendah,” ujar Khusnul Arif, Rabu (27/8/2025).
Mas Pipin, sapaan akrab Khusnul Arif, menambahkan, minimnya jumlah penumpang tersebut bisa terjadi karena sejumlah faktor. Di antaranya adalah kurangnya jadwal penerbangan, terbatasnya maskapai, hingga harga tiket yang relatif mahal dibanding Bandara Juanda Surabaya.
“Akhirnya calon penumpang lebih memilih alternatif lain yang lebih fleksibel dan ekonomis, meski menempuh jarak yang lebih jauh,” lanjut Mas Pipin.
Oleh sebab itu, menurut Mas Pipin, perlu segera ada langkah penyelamatan yang nyata dari segenap pihak.
Perihal okupansi penumpang itu, data yang dihimpun Kompas.com, sepanjang Mei 2025 di Bandara Dhoho Kediri hanya terdapat 723 penumpang. Meliputi 428 penumpang datang dan berangkat 293 penumpang. Mereka dilayani oleh 16 penerbangan. Sedangkan kargo nihil.
Untuk diketahui, bandara yang terletak di wilayah bagian barat Kabupaten Kediri, tepatnya di Kecamatan Grogol itu mulai dibangun sejak tahun 2022.
Dikutip dari laman Dephub.go.id, Bandara tersebut sekaligus sebagai bandara pertama di Indonesia yang dibangun sepenuhnya oleh swasta tanpa campur tangan Anggaran Pendapatan dan Belajang Negara (APBN).
Sedangkan pada lini pengelolaannya, PT SDHI menjalin kerja sama operasi (KSO) dengan Angkasa Pura 1 untuk operasional bandara tersebut.
Dari sisi spesifikasi, bandara tersebut mempunyai panjang runway atau landas pacu berukuran 3.300 x 45 meter yang cukup untuk didarati semua jenis pesawat, apron commercial berukuran 548 x 141 meter, apron VIP berukuran 221 x 97 meter, 4 taxiway, dan lahan parkir seluas 37.108 meter persegi.
Pada sisi darat, bandara ini memiliki terminal penumpang seluas 18.000 meter persegi dengan kapasitas ultimate mencapai 10 juta penumpang/tahun.
Keberadaan bandara itu untuk mendukung konektivitas antar wilayah terutama di wilayah Jawa selatan sehingga diharap memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan pariwisata Kediri dan sekitarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang