Menurutnya bukan hanya mempertahankan cita rasa, tetapi juga menjaga hubungan dengan pelanggannya dari berbagai kalangan.
Untuk itu dengan berkembangnya Depot Bu Rudy ini, ia ingin semua orang merasa nyaman dan tidak terintimidasi oleh kemewahan tempat.
“Saya sebut tempat ini depot, bukan restoran. Kalau dibilang restoran, orang jadi mikir mahal. Padahal semua kalangan bisa makan di sini,” katanya.
Baca juga: 38 Tahun Depot Sri Mulya Menjadi Bukti Cinta Khudori pada Mulyati
Kecintaannya pada pekerjaan membuatnya tidak pernah betah berdiam diri.
Meski saat ini bisnisnya mapan, ia tetap turun tangan setiap hari di depot meski dibantu 90 pegawai yang dipekerjakan saat ini. Jadi, ia merasa memiliki tanggung jawab sosial yang besar.
“Kalau saya tidak turun sendiri, saya tidak tahu apa yang harus dipersiapkan untuk besok,” ujar Bu Rudy.
“Dulu pegawai saya hanya beberapa, sekarang sudah 90 orang. Kalau tidak ramai, tidak laku, bagaimana saya menggaji mereka? Jadi kalau tambah rame, saya malah senang,” sambungnya.
Selain itu ia juga dikenal sangat dekat dengan para mitra pengantaran walaupun tidak jarang mendapatkan komentar negatif yang datang.
“Saya tidak menyimpan perkataan orang. Saya terima, lalu ya sudah. Yang penting saya tetap kerja positif,” kata perempuan yang selalu berpenampilan rapi ini.
Kini Bu Rudy juga aktif di media sosial. Menurutnya hal tersebut bukan untuk pamer, tapi untuk memberi contoh nyata agar generasi muda melihat kerja keras adalah kunci, bukan hanya sekadar tren sesaat.
“Bukan untuk pamer harta, tapi membuktikan kerja nyata. Dulu tidak ada yang bisa dijadikan contoh, sekarang buka HP saja sudah bisa belajar,” imbuhnya.
Untuk itu Bu Rudy mengajarkan bahwa keberhasilan tidak selalu berasal dari teori atau pendidikan tinggi, melainkan dari pengalaman dan kemauan untuk bekerja keras.
Hubungan kekeluargaan dengan para pegawai menjadi fondasi penting dalam perjalanan usahanya.
“Saya sendiri yang racik masakan, saya ajarkan ke karyawan satu-satu. Dan syukurnya saya dapat karyawan yang sehati,” ujar perempuan yang dijuluki Ibu UMKM.
Baca juga: Prediksi Tren Kuliner 2025, Apa yang Paling Laris di Indonesia?
Kini ketika usaha kuliner di Surabaya bermunculan setiap saat, ia tetap tenang dan percaya bahwa kualitas akan berbicara sendiri. Tanpa gembar-gembor promosi berbayar, nama sudah menjadi magnet tersendiri di Kota Surabaya.
“Saya tidak perlu promosi besar-besaran. Mulut ke mulut itu lebih ‘jos’,” tegas Bu Rudy.
“Saya tidak pernah berpikir akan sampai titik ini. Semua berjalan sendiri, rezeki tidak bisa ditolak.”
“Yakin, mencintai pekerjaan, dan berdoa. Kalau baik, pasti dikabulkan. Kadang saya sendiri heran bisa sampai di titik ini,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang