BANYUWANGI, KOMPAS.com - Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) mendesak pemerintah meninjau kembali kelayakan tarif penyeberangan Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi dan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.
Permohonan ini disampaikan dalam rapat khusus bersama tim Komisi V DPR RI dan stakeholder terkait di Kantor ASDP Ketapang, Banyuwangi, Selasa (22/7/2025).
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Gapasdap, Khoiri Soetomo, menjelaskan bahwa tarif pejalan kaki untuk penyeberangan Ketapang-Gilimanuk saat ini sebesar Rp 10.600, sementara perusahaan kapal hanya menerima Rp 5.100.
Khoiri menilai nominal tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan kurs dollar dan Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku saat ini.
Baca juga: Gapasdap Minta Pembangunan Dermaga Baru di Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk
"Berdasarkan hitungan 2019, kurs dollar saat itu Rp 13.800, tarif kami tertinggal 31,81 persen dari HPP (harga pokok penjualan)," ungkap Khoiri.
Dia menambahkan bahwa pada tahun 2024, saat Gapasdap mengajukan kembali permohonan peningkatan tarif, pemerintah hanya menyetujui kenaikan sebesar 5 persen, yang dianggapnya tidak sebanding dengan ketertinggalan tarif yang mencapai 31,81 persen.
Khoiri mengingatkan bahwa dengan rata-rata inflasi sebesar 5 persen per tahun, ketertinggalan tarif saat ini sudah mencapai 56,81 persen.
"Setiap tahun kami terus mengajukan permohonan kenaikan tarif, namun pemerintah bersikap populis. Ini kan tidak benar," tuturnya.
Menurut Khoiri, pemerintah seharusnya tidak hanya menjamin keamanan pelayaran, tetapi juga menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk sektor penyeberangan.
"Hal ini akan berpengaruh pada jaminan konektivitas dan keberlangsungan jasa penyeberangan, yang jika tidak kondusif, akan merugikan banyak aspek," ujarnya.
Baca juga: Koster: Pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi Bakal Dipercepat
Dia juga menegaskan rendahnya pendapatan yang diterima pengusaha kapal, sementara mereka harus memenuhi berbagai regulasi domestik dan internasional.
"Namun hingga kini, permohonan kenaikan tarif kami selalu ditunda, ditawar, bahkan dipetieskan," ungkap Khoiri.
Khoiri menambahkan bahwa dengan kenaikan tarif yang layak, pihaknya dapat menjamin standar keamanan pelayaran dan pelayanan yang lebih baik.
Ia mengeklaim kenaikan tarif secara bertahap tidak akan berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
"Tarif truk saat ini Rp 600 ribu, kita terima Rp 468 ribu. Apabila naik 5 persen, itu hanya penambahan Rp 23.400. Jika dibagi dengan kenaikan tarif, hanya ada penambahan Rp 1,1 untuk setiap kilogram beras," urainya.