SURABAYA, KOMPAS.com - Tambang batubara ilegal yang beroperasi di Bukit Soeharto, Samboja, Kalimantan Timur sudah ada sejak 2016.
Lahan seluas 160 hektar itu mengalami kerusakan akibat aktivitas penambangan ilegal di Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kalimantan Timur, sejak 2016 hingga 2024.
Tambang tersebut tidak memiliki izin operasi dan masuk dalam kawasan Konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ibu Kota Nusantara (IKN), sehingga menyebabkan kerugian mencapai Rp 5,7 triliun.
Kasus ini berhasil diungkap oleh Bareskrim Polri bersama Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, Otorita IKN, Surveyor Indonesia, dan Polda Kalimantan Timur.
“Sudah berlangsung sejak 2016 hingga 2024,” kata Direktur Dittipidter Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, di Surabaya, Kamis (17/7/2025).
Baca juga: Batubara Hasil Penambangan Ilegal di Kaltim Dikirim ke Surabaya untuk Dijual ke Pabrik
Nunung mengatakan, luas kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) yakni 250 hektar lebih, sehingga pengawasan tidak dapat menjangkau seluruh kawasan.
“Di kawasan (tambang ilegal) ini tidak dalam satu blok, sementara mereka melakukan penambangan kucing-kucingan,” ujarnya.
Dia mengatakan, selama tanggal 23-27 Juni 2025, tim penyelidik mendapat informasi dari masyarakat mengenai adanya kegiatan penambangan batubara yang berada di kawasan tanpa izin resmi.
“Kemudian kita melakukan navigasi untuk mendalami pihak-pihak yang terlibat,” katanya.
Berdasarkan hasil penyelidikan stakeholder terkait, terjadi pembukaan tambang di tahun 2019 seluas 130 hektar dan bertambah di tahun 2024 menjadi 160 hektar.
Ratusan pembukaan lahan tersebut menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 5,7 triliun, dengan rincian Rp 3,5 triliun untuk deplesi batubara, kerusakan hutan berupa kayu Rp 1,95 triliun, penyerap karbon Rp137,87 miliar, dan pengendalian erosi Rp 121 miliar.
Baca juga: Batubara Hasil Tambang Ilegal di Kaltim Dikirim ke Tanjung Perak Surabaya
Pihaknya akan terus mendalami kasus tambang ilegal ini, sehingga tidak menutup kemungkinan ada oknum-oknum lain yang terlibat dalam tindak pidana dan berpotensi menjadi tersangka.
“Sejauh ini belum menemukan keterlibatan oknum, tapi akan melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengungkap ke masyarakat,” katanya.
Dalam kasus ini, tiga tersangka dari dua laporan telah ditetapkan. Mereka adalah YH, CH, dan MH.
Para pelaku menambang dan membeli batubara dari kawasan Tahura Bukit Soeharto, lalu dikirim melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) menuju Pelabuhan Surabaya.
Baca juga: Mabes Polri Tetapkan 3 Tersangka Kasus Penambangan Ilegal di Kawasan IKN
Batubara dikumpulkan dalam stockroom untuk dikemas menggunakan karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer dan diangkut dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) menuju Pelabuhan Tanjung Perak melalui dokumen terbang.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 161 UU No 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 miliar.
Sementara itu, barang bukti yang diamankan terdiri dari 351 kontainer (248 kontainer di Tanjung Perak Surabaya dan 103 kontainer di KKT Balikpapan), tujuh unit alat berat, serta beberapa dokumen terkait.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang