“Jadi, intinya sebenarnya silakan bangun, Pak. Kita tidak menghalang-halangi, tapi lakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kita tinggal di sini puluhan tahun, nanti kalau misalkan sudah serah terima kunci kepada orang-orang, malah konflik sosialnya makin bertambah,” paparnya.
Baca juga: Ke Armuji, Warga Lapor soal Ibunya yang Disekap 6 Tahun, Ada Juga soal Honor Guru PKWT Tak Dibayar
Namun, lagi-lagi Ferdy membenarkan tuntutan tersebut dengan menjelaskan bahwa dia berpacu pada Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) Surabaya.
“Jadi dalam SKRK sudah jelas, untuk rumah sekian, RTH (ruang terbuka hijau) sekian, jalan sekian," kata dia.
“Misalnya ada sisa lahan RTH itu 300 meter, lalu saya disuruh membuat kolam tampung 1.271 meter kubik, mau gak mau saya harus langgar karena ada jalan atau RTH yang harus kita ubah, sedangkan kita ini selalu dipantau Polda,” ucap Ferdy.
Ia mengatakan, apabila terdapat peruntukan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) yang diubah, pihaknya berisiko dikenai sanksi pidana sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011, Pasal 162 S.
“Intinya saya sebagai developer harus taat hukum. Jangan sampai saya taat perda, tapi melanggar undang-undang yang (statusnya) lebih tinggi. Undang-undang itu jauh lebih tinggi daripada Perda,” tuturnya.
Meskipun begitu, para warga RW 8 juga meminta agar pihak pengembang memperbaiki struktur saluran air agar tidak menyebabkan banjir di rumah penduduk.
“Masalahnya saluran air ini dibuang ke barat, pak. Jadinya yang terdampak RW 8. Saluran airnya debitnya kecil tolong dilebarkan,” kata salah seorang warga.
Sementara itu, Cak Ji menyarankan agar pihak pengembang bersama lurah langsung menyalurkan air ke waduk terdekat, tanpa melewati pemukiman.
“Langsung aja dijeblosno ke waduk situ pak, jadi gak perlu diplayuno nak warga (disalurkan ke warga),” ucap Cak Ji.
Selanjutnya, Rangga meminta pihak pengembang agar berhenti mengancam-ancam warga, baik secara langsung maupun melalui pesan teks daring.
“Ini tadi sebelum kunjungan, pak Derdy ngeshare di WhatsApp grup ‘Saya mengundang Bapak Ibu warga GSI yang mempermasalahkan pembangunan perumahan Alana GSI untuk didengar alasannya kenapa ingin menghalang-halangi’. Kata ‘menghalang-halangi’ itu siapa? Kita gak menghalang-halangi kok,” kata Rangga.
Cak Ji pun menegaskan kepada Ferdy agar tidak kembali mengancam karena para warga hanya meminta penjelasan terkait aturan-aturan tersebut.
“Sampeyan (Anda) juga gak punya kewenangan untuk mengeluarkan chat seperti itu. Kemarin mas Rangga datang ke tempat saya hanya ingin menanyakan bukan menghalang-halangi,” kata Cak Ji.
Para warga juga meminta adanya kenaikan jumlah kompensasi atas kerugian debu dan kebisingan selama proses pembangunan yang berdampak pada permukiman.