SURABAYA, KOMPAS.com - Pinjaman online (pinjol) terus menjadi pilihan masyarakat Indonesia berkat kemudahan dan keuntungan yang ditawarkannya.
Namun, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa jumlah outstanding pinjaman online meningkat menjadi Rp 77,02 triliun pada tahun 2024.
Peningkatan ini juga disertai dengan maraknya pertumbuhan pinjol ilegal di Tanah Air.
Kurangnya literasi keuangan dan beban ekonomi yang semakin meningkat membuat masyarakat rentan terjebak dalam jebakan pinjol ilegal.
Dr Teddy Prima Anggriawan, Ketua Program Studi Magister Hukum UPN Veteran Jawa Timur, menjelaskan perbedaan antara pinjol legal dan ilegal.
Baca juga: Ini Cara yang Bisa Dilakukan Jika Perempuan Alami Kekerasan dan Ancaman Pinjol
“Sementara itu, biasanya pinjol ilegal tidak akan memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan OJK dan hukum yang berlaku,” ujar Teddy saat dihubungi Kompas.com pada 24 April 2025.
Baca juga: Apa Saja Hak-hak Korban dan Batasan Penagihan Pinjol? Ini Kata Ahli
“Sering juga didapati perusahaan pinjol yang sebenarnya ilegal, tetapi mereka hanya menempelkan logo OJK di perusahaannya sehingga membuat orang tertipu."
"Jadi lebih baik benar-benar dicek apakah memang sudah terdaftar di website OJK atau tidak,” ujarnya.
Teddy menyarankan agar masyarakat segera melaporkan pinjol ilegal ke nomor layanan 157 agar perusahaan tersebut dapat diproses secara hukum dan ditutup.
Ia menekankan pentingnya laporan dari masyarakat, mengingat banyak yang enggan melapor karena takut rumit.
Baca juga: Alasan Nasabah Pinjol Didominasi Perempuan dan Apa Saja Hukumnya?
“Nah masalahnya sering masyarakat menutup diri, misalnya dia terjerat utang pinjol ilegal Rp 1 juta, tapi tidak mau lapor karena takut ribet, itu salah,” ungkapnya.
“Bagaimana OJK bisa melakukan inspeksi kalau tidak berasal dari laporan masyarakat, jadi memang harus ada kerja sama dari beberapa sektor,” imbuhnya.
Masyarakat juga dapat melaporkan ke Satgas Waspada Investasi (SWI) atau Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) untuk memverifikasi legalitas pinjol.
Apabila mengalami ancaman, intimidasi, atau penyebaran data pribadi, masyarakat disarankan untuk melapor ke kepolisian.
“Jangan lupa juga untuk meminta pendampingan dari lembaga bantuan hukum (LBH) untuk korban pinjol ilegal,” ujarnya.
Jika terbukti, pihak pinjol dapat dikenakan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jika terjadi eksploitasi digital, serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jika terdapat unsur pemerasan atau ancaman.
“Peminjam juga bisa meminta perlindungan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) jika merasa terancam,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang