SURABAYA, KOMPAS.com - Tren pinjaman online (pinjol) terus meningkat setiap tahun, didorong oleh berbagai kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan.
Berdasarkan data yang diperoleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah outstanding pinjaman online mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 77,02 triliun pada tahun 2024.
Sudah banyak juga kasus-kasus korban pinjol yang berakhir menyedihkan karena utang menumpuk, sementara ancaman terus menghantui.
Namun, tidak banyak orang mengetahui bahwa terdapat hukum yang mengatur mengenai batasan-batasan dalam penagihan, serta hak-hak korban.
Dosen Hukum Perlindungan Konsumen Universitas Airlangga (Unair) Dr Ria Setyawati, menuturkan ada batasan-batasan dalam penagihan utang sesuai dengan ketentuan OJK.
Baca juga: Alasan Nasabah Pinjol Didominasi Perempuan dan Apa Saja Hukumnya?
“Ada batasan-batasan tertentu yang tidak boleh dilewati perusahaan pinjol terutama saat melakukan penagihan kepada nasabah,” kata Ria, Rabu (23/4/2025).
Batasan-batasan itu adalah:
“Apabila Perusahaan pinjol melanggar ketentuan tersebut, maka akan dikenakan hukuman sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang (UU) ITE terkait praktik pinjol,” tegasnya.
Undang-undang (UU) ITE Pasal 27B secara tegas mengatur bahwa setiap individu yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan atau mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik, dengan tujuan memperoleh keuntungan secara melawan hukum, serta memaksa orang lain dengan ancaman kekerasan untuk: a) menyerahkan barang miliknya atau milik orang lain; atau b) memberikan pinjaman, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang, dapat dikenai sanksi hukum.
Baca juga: Korban Pinjol Ilegal Meningkat, Apa Solusi dan Hukum yang Mengaturnya?
Ia menambahkan, setiap nasabah pinjol memiliki hak-hak yang sepatutnya didapatkan korban untuk melindungi dari kekerasan, teror, atau intimidasi, antara lain:
“Jika ternyata aktivitas pinjol ilegal itu meresahkan, misalnya menetapkan bunga yang terlalu tinggi atau model penagihan yang melanggar hukum maka dapat dilaporkan ke OJK agar operasionalnya ditindak,” ujarnya.
Apabila terjadi ancaman, intimidasi, atau penyebaran data pribadi nasabah, maka masyarakat dapat melaporkannya ke kepolisian.
Baca juga: Pinjol Jadi Ancaman bagi Kesehtaan Mental, Apa Dampaknya?
“Juga bisa langsung saja blokir akses pinjol ilegal di perangkat dan minta pendampingan dari lembaga bantuan hukum (LBH) untuk korban pinjol ilegal,” ujarnya.
Jika memang terbukti, pihak pinjol dapat dikenakan pelanggaran Undang-undang (UU) ITE apabila terjadi eksploitasi digital maupun KUHP jika terdapat unsur pemerasan atau ancaman.
“Peminjam juga bisa minta perlindungan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) jika korban merasa terancam,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang