Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mahasiswi Perantau di Surabaya Terjerat Pinjol akibat Keputusan Gegabah

Kompas.com, 16 April 2025, 16:50 WIB
Adhitiya Prasta Pratama,
Andi Hartik

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Perangkap utang online telah menjerat banyak mahasiswa di berbagai kota, termasuk Surabaya.

Salah satunya adalah Wulan (22), mahasiswi semester 8 di salah satu universitas di Surabaya. Dia harus menghadapi konsekuensi berat akibat keputusan menggunakan pinjaman online (pinjol).

Ditemui Kompas.com, Rabu (16/4/2025), Wulan mengaku bahwa awalnya ia tertipu oleh orang tidak dikenal dengan nominal Rp 2 juta.

Karena merasa tidak ingin rugi dan tertekan oleh pihak penipu, ia kemudian memutuskan menggunakan layanan pinjol.

"Awalnya saya ditipu dengan nominal Rp 2 juta. Saya gunakan uang pribadi. Lalu karena merasa tidak mau rugi dan merasa ditekan juga oleh pihak penipu, saya disarankan untuk mengambil pinjol," ungkap Wulan.

Baca juga: Ketika Pinjol Jadi Jalan Terakhir: Kisah Warga Banyuwangi dan Upaya RT Sulastri Membentenginya

Ia memilih aplikasi GoPay Pinjam karena kemudahan persyaratan yang hanya meminta KTP dan proses pencairan yang cepat.

Menurut Wulan, proses dari pengajuan hingga pencairan hanya membutuhkan waktu sekitar 3-5 menit.

"Saya merasa di GoPay Pinjam ini pengajuannya sangat mudah dan pencairannya pun juga cepat. Saya cuma diminta KTP saja, lalu verifikasi wajah," tuturnya.

Baca juga: Cerita Perempuan Terjerat Pinjol, Korban Butuh Teman dan Lingkungan Baru yang Sehat

Konsekuensi telat membayar tagihan tidak hanya berupa denda harian sebesar Rp 4.000, tetapi juga teror penagihan dari debt collector (DC) melalui WhatsApp.

Wulan mengaku mengalami tekanan psikologis akibat ancaman pencemaran nama baik yang ditujukan padanya.

"Ancamannya itu berupa pencemaran nama baik. Bahkan kontak darurat pun juga ikut diancam," jelas Wulan.

Situasi semakin sulit karena Wulan belum memiliki penghasilan tetap.

Meskipun menerima beasiswa KIP-K, ia mengaku beasiswa tersebut hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, bukan untuk melunasi pinjaman.

"Ya sulit, karena saya belum memiliki penghasilan yang tetap," keluhnya.

Tidak hanya berdampak pada kondisi finansial, terjerat pinjol juga memengaruhi kesehatan mental Wulan.

Ia mengaku merasa cemas, takut, dan malu jika masalahnya diketahui oleh orang-orang terdekatnya.

"Secara psikologis, saya merasa cemas dan tentunya takut, yang memengaruhi kondisi saya dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Saya juga merasa malu dan takut kalau suatu waktu diketahui orang-orang terdekat," kata Wulan.

Beruntung, Wulan mendapat bantuan dari kakak sepupunya untuk melunasi pinjaman tersebut.

Walau demikian, ia tetap memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan uang bantuan tersebut kepada keluarganya.

Dari pengalamannya, Wulan berharap mahasiswa lain bisa belajar dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan finansial.

"Saya ingin menyampaikan bahwa penggunaan pinjol bukan solusi untuk masalah keuangan, apalagi jika digunakan tanpa pertimbangan matang," tegas Wulan.

Ia juga menyarankan agar pemerintah, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memperketat regulasi terhadap layanan pinjol, termasuk pengawasan terhadap suku bunga, transparansi kontrak pinjaman, dan pembatasan akses data pribadi.

"Edukasi literasi keuangan juga harus ditingkatkan, terutama di kalangan mahasiswa dan masyarakat yang rentan, agar mereka memiliki pemahaman yang cukup sebelum mengambil keputusan," tambahnya.

Wulan mengakui bahwa pengalaman ini memberikan pelajaran penting bahwa solusi keuangan jangka pendek seperti pinjol sebaiknya hanya digunakan dalam kondisi yang benar-benar darurat.

"Kemudahan akses yang cepat seringkali disertai dengan risiko yang sangat besar, seperti bunga yang tinggi, denda yang memberatkan, dan metode penagihan yang tidak manusiawi," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau