SURABAYA, KOMPAS.com - Kegiatan sahur maupun buka bersama jamak dilakukan masyarakat Indonesia selama bulan suci Ramadhan.
Kegiatan seperti itu juga disambut positif tidak hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh umat agama yang lain.
Seperti yang dilakukan oleh Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, Surabaya, Jawa Timur. Gereja ini menyediakan menu sahur untuk jemaah Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Baca juga: Kesaksian Jemaat Pascaledakan di GKI Diponegoro Surabaya
Saling berbagi antar-umat beragama ini untuk mengukuhkan rasa kebersamaan dalam balutan toleransi.
Pantauan Kompas.com, kegiatan ini dimulai dengan doa bersama di GKI Diponegoro.
Lalu, sekitar pukul 01.00 WIB, seluruh panitia berjalan menuju Masjid Rahmat dengan membawa sejumlah kotak nasi yang akan dibagikan.
Baca juga: Sejarah Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya, Dibangun Sunan Ampel pada Abad Ke-14
Sesampainya di sana, para panitia menata kotak nasi beserta air mineral sembari menunggu para jemaah selesai melakukan iktikaf.
Ada sekitar 350 nasi kotak untuk dibagikan kepada para jemaah Masjid Rahmat Kembang Kuning. Sekitar pukul 02.00 WIB, panitia mulai membagikan makanan sahur.
Para jemaah, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, berebut agar tak ketinggalan mendapatkan makanan sahur.
Ketua Persekutuan Gereja Indonesia se-Surabaya (PGIS) sekaligus pendeta GKI Diponegoro, Claudia Stefanie, mengatakan, kegiatan sahur bersama ini dilakukan dalam rangka menumbuhkan kesadaran toleransi antar-umat beragama, terkhususnya di bulan Ramadhan.
"Bagaimanapun juga, bangsa ini sangatlah majemuk sehingga butuh kerja sama dari semua elemen masyarakat, beriman secara inklusif, enggak boleh eksklusif, mengasihi semua orang tanpa melihat imannya, gender, suku bangsa, itu perintah Tuhan," tutur Pendeta Claudia, Jumat (21/3/2025).
Kegiatan sahur bersama tahun ini merupakan kali kedua diadakan, setelah tahun 2022.
Pembagian makanan sahur oleh Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro kepada para jamaah Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya"Tapi sewaktu Covid-19 2020 sampai 2021, itu kami bersama Masjid Rahmat mengubah acaranya hanya membagikan nasi bungkus untuk berbuka puasa ke tukang becak, sapu jalanan, dan orang-orang miskin," ujarnya.
Sementara itu, alasan pihaknya memilih untuk menyemarakkan sahur bersama karena berkah yang didapatkan akan lebih berlimpah.
"Apalagi dari yang saya dengar, kalau malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan itu ada qiyamul lail. Jadi kami ingin mengajak para jemaah untuk mencari berkah yang berlimpah ini," ucapnya.
Baca juga: Sejarah Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya, Masjid Tertua Berusia Lebih dari 600 Tahun
Ia menjelaskan, hubungan kedua kelompok agama itu terjalin sejak tragedi ledakan bom di tiga gereja di Surabaya pada tahun 2018.
Yang mana, pada peristiwa itu, GKI Diponegoro menjadi salah satu sasaran pengeboman gereja di Surabaya.
Baca juga: Massa Tolak RUU TNI di Surabaya Bersamaan dengan Apel Operasi Ketupat
Di tengah keterpurukan tersebut, Masjid Rahmat Kembang Kuning memberikan uluran tangan kepada GKI Diponegoro sebagai sesama umat beragama.
"Sejak saat itu, kami terus merawat hubungan persaudaraan kami melalui beberapa event seperti sahur bersama ini," jelasnya.
Ketua Dua Yayasan Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya, Roliyono, juga menyampaikan hal serupa.
Ia mengatakan, kegiatan sahur bersama ini untuk saling menguatkan hubungan persaudaraan antar-umat beragama.
"Sejak tragedi itu, kami ingin memberitahukan bahwasanya sebenarnya Islam tidak seperti itu. Meskipun Anda berbeda agama, tapi kita masih dalam satu anak bangsa," tutur Roliyono.
Menurutnya, ada tiga prinsip yang selalu dipegang dalam mengembangkan toleransi antar-umat beragama.
Pertama, ukhuwah islamiyah, yakni persaudaraan antar umat Muslim. Kedua, ukhuwah wathaniyah, sebagai komitmen persaudaraan antar semua masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam agama, suku, bahasa, dan budaya. Ketiga, ukhuwah basyariyah yang merupakan prinsip yang dilandasi bahwa sesama manusia adalah bersaudara karena berasal dari ayah dan ibu yang satu, yakni Adam dan Hawa.
"Karena seperti agama Islam itu sifatnya Rahmatan Lil Alamin (artinya rahmat bagi seluruh alam), sehingga kita tidak bisa hidup hanya untuk diri kita atau kelompok kita sendiri," jelasnya.
Dia berharap, kerja sama ini ke depannya dapat terus dikembangkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan yang lebih beragam.
"Agar saling tumbuh kerja sama dalam memenuhi kebutuhan berbangsa dan bernegara untuk menguatkan persaudaraan antar-umat beragama dalam membangun kesepahaman dan mencapai kesejahteraan," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang