Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berliku Tri Handayani Sembuhkan Epilepsi Sang Putri

Kompas.com, 10 Maret 2025, 11:37 WIB
Fitri Anggiawati,
Andi Hartik

Tim Redaksi

Ketika anaknya menginjak kelas 2, anaknya mendapatkan bullying dari teman sekelasnya.

Tindakan tersebut cukup sering terjadi, mulai dari dipukul kepala hingga memelintir tangan hingga tulang jari bergeser.

“Dia stres, kambuh. Kejang di kelas. Matanya merah dikira kerasukan. Teman-temannya semua takut. Epilepsi kambuh memang kalau anaknya stres, panik, atau takut,” jelas Bunda Asyifa.

Karena bullying yang diterima, anaknya semakin sering kambuh, bahkan bisa sampai empat kali dalam sehari.

Dia yang sudah mendapatkan pekerjaan untuk menambah penghasilan keluarga akhirnya memantapkan diri untuk melakukan EEG beberapa waktu kemudian.

Hasilnya, di samping terapi obat yang diminum dua kali sehari, setiap harinya, Aishiva kini tak lagi kambuh.

Bahkan dari hasil EEG terakhir pada Januari 2025, hasil menunjukkan gelombang otak Aishiva normal.

“Kalau hasilnya normal lagi, dosis obat akan dikurangi,” tuturnya.

Baca juga: Depresi Epilepsi Tak Kunjung Sembuh, Pemuda di Grobogan Gorok Lehernya hingga Tewas

Meski terkadang was-was suatu saat anaknya akan kambuh, tapi dia memilih untuk legawa dan menerima kondisi anaknya.

Tri berupaya mengajak anak pertamanya itu untuk berbincang dari hati ke hati, yang meski tak pernah mendapatkan respons balik saat ini, tapi dia yakin suatu saat anaknya dapat sembuh dan berbincang dua arah dengannya.

“Saya sering deep talk sebelum tidur. Saya ceritakan perjuangan hidup saya kepada dia, bagaimana sulitnya masa lalu saya, berharap dia bisa mengerti,” ungkapnya.

Dengan segala hal yang dilewati, kini dia juga berupaya menambah ilmu melalui internet soal ilmu pendampingan hingga penanganan yang harus diberikan kepada penderita epilepsi.

Mulai dari memiringkan ke kanan jika anak sedang demam, hingga memperbaiki penggunaan kalimat ketika berkomunikasi.

Misalnya, dia tak lagi menggunakan kata "jangan teruskan" ketika melarang anak, namun langsung berkata "berhenti" untuk menegaskan permintaan. Dia terus mempelajarinya.

“Saya baca-bacakan doa juga. Semua saya lakukan dengan harapan suatu saat dia akan sembuh. Saya yakin karena doa ibu ini adalah obat,” harapnya.

Tri yang bekerja sebagai sales sebuah produk minuman itu juga memilih untuk mendukung apa pun yang disukai anaknya, mulai dari tontonan kartun, anime, hingga hobi menggambar.

Dia menyisihkan pendapatannya untuk membeli buku gambar, meski buku-buku itu kerap disobek tanpa alasan yang kadang membuatnya lelah.

Belum lagi ketika menghadapi pandangan orang baru yang memandang aneh anaknya, bahkan membandingkan anak pertama dengan anak keduanya yang keadaannya normal.

“Sedih, ingin nangis, tapi yowislah (ya sudah lah). Saya bukan minta perhatian, hanya memberi tahu dan tolong jangan menghakimi seenaknya,” pinta Tri.

Kepada ibu-ibu yang memiliki pengalaman hidup seperti dirinya, Bunda Asyifa meminta untuk segera membawa anaknya ke dokter untuk mendapatkan penanganan sesegera mungkin.

Dia menyadari bahwa penanganan yang diberikan kepada anaknya lambat. Dia tak langsung ke pusat kesehatan, melainkan memilih pengobatan alternatif dan obat herbal yang nyatanya tak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan kesehatan anaknya.

“Segera ke dokter supaya bisa segera diobati. Jangan kemana-mana,” tegasnya.

Tri juga meminta masyarakat luas yang mendapati kejadian anak epilepsi yang kambuh untuk tidak panik, cukup ditemani dan memastikan bahwa tidak ada kondisi berbahaya di sekitar penderita.

Untuk pemerintah, meski tak pernah mendapatkan bantuan satu kali pun, Bunda Asyifa cukup berterima kasih karena pengobatan anaknya ditanggung oleh BPJS.

Baginya, yang terpenting adalah pemerintah semakin memperbaiki layanan kesehatan dari waktu ke waktu.

Kini, Tri memilih untuk berfokus menjalani hari-harinya. Hidup sendiri mengasuh dua anak, sementara sang suami pergi merantau ke Pulau Bali. Tak mudah baginya, namun dia memilih tak menyerah.

“Saya berusaha melewati hidup dengan tertawa. Orang lihat saya ketawa, tapi kadang kalau sendiri saya menangis. Tidak apa-apa, ini jalan hidup saya, ada banyak hikmah yang bisa saya ambil,” tandasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Kuliah Sambil Jadi Kurir Paket, Gibran Harus Pandai Bagi Waktu dan Rendahkan Ego
Kuliah Sambil Jadi Kurir Paket, Gibran Harus Pandai Bagi Waktu dan Rendahkan Ego
Surabaya
Jadi Kurir Paket, Hamdan Kerap Bantu Pelanggan supaya Tak Tertipu Pesanan Palsu
Jadi Kurir Paket, Hamdan Kerap Bantu Pelanggan supaya Tak Tertipu Pesanan Palsu
Surabaya
Kisah Mahasiswa di Surabaya Kerja Sampingan Jadi Kurir Makanan demi Uang Kuliah
Kisah Mahasiswa di Surabaya Kerja Sampingan Jadi Kurir Makanan demi Uang Kuliah
Surabaya
Dua Pelaku Pemalakan di Pantai Bangsring Banyuwangi Beraksi Sejak 2023
Dua Pelaku Pemalakan di Pantai Bangsring Banyuwangi Beraksi Sejak 2023
Surabaya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau