Ketika anaknya menginjak kelas 2, anaknya mendapatkan bullying dari teman sekelasnya.
Tindakan tersebut cukup sering terjadi, mulai dari dipukul kepala hingga memelintir tangan hingga tulang jari bergeser.
“Dia stres, kambuh. Kejang di kelas. Matanya merah dikira kerasukan. Teman-temannya semua takut. Epilepsi kambuh memang kalau anaknya stres, panik, atau takut,” jelas Bunda Asyifa.
Karena bullying yang diterima, anaknya semakin sering kambuh, bahkan bisa sampai empat kali dalam sehari.
Dia yang sudah mendapatkan pekerjaan untuk menambah penghasilan keluarga akhirnya memantapkan diri untuk melakukan EEG beberapa waktu kemudian.
Hasilnya, di samping terapi obat yang diminum dua kali sehari, setiap harinya, Aishiva kini tak lagi kambuh.
Bahkan dari hasil EEG terakhir pada Januari 2025, hasil menunjukkan gelombang otak Aishiva normal.
“Kalau hasilnya normal lagi, dosis obat akan dikurangi,” tuturnya.
Baca juga: Depresi Epilepsi Tak Kunjung Sembuh, Pemuda di Grobogan Gorok Lehernya hingga Tewas
Meski terkadang was-was suatu saat anaknya akan kambuh, tapi dia memilih untuk legawa dan menerima kondisi anaknya.
Tri berupaya mengajak anak pertamanya itu untuk berbincang dari hati ke hati, yang meski tak pernah mendapatkan respons balik saat ini, tapi dia yakin suatu saat anaknya dapat sembuh dan berbincang dua arah dengannya.
“Saya sering deep talk sebelum tidur. Saya ceritakan perjuangan hidup saya kepada dia, bagaimana sulitnya masa lalu saya, berharap dia bisa mengerti,” ungkapnya.
Dengan segala hal yang dilewati, kini dia juga berupaya menambah ilmu melalui internet soal ilmu pendampingan hingga penanganan yang harus diberikan kepada penderita epilepsi.
Mulai dari memiringkan ke kanan jika anak sedang demam, hingga memperbaiki penggunaan kalimat ketika berkomunikasi.
Misalnya, dia tak lagi menggunakan kata "jangan teruskan" ketika melarang anak, namun langsung berkata "berhenti" untuk menegaskan permintaan. Dia terus mempelajarinya.
“Saya baca-bacakan doa juga. Semua saya lakukan dengan harapan suatu saat dia akan sembuh. Saya yakin karena doa ibu ini adalah obat,” harapnya.
Tri yang bekerja sebagai sales sebuah produk minuman itu juga memilih untuk mendukung apa pun yang disukai anaknya, mulai dari tontonan kartun, anime, hingga hobi menggambar.
Dia menyisihkan pendapatannya untuk membeli buku gambar, meski buku-buku itu kerap disobek tanpa alasan yang kadang membuatnya lelah.
Belum lagi ketika menghadapi pandangan orang baru yang memandang aneh anaknya, bahkan membandingkan anak pertama dengan anak keduanya yang keadaannya normal.
“Sedih, ingin nangis, tapi yowislah (ya sudah lah). Saya bukan minta perhatian, hanya memberi tahu dan tolong jangan menghakimi seenaknya,” pinta Tri.
Kepada ibu-ibu yang memiliki pengalaman hidup seperti dirinya, Bunda Asyifa meminta untuk segera membawa anaknya ke dokter untuk mendapatkan penanganan sesegera mungkin.
Dia menyadari bahwa penanganan yang diberikan kepada anaknya lambat. Dia tak langsung ke pusat kesehatan, melainkan memilih pengobatan alternatif dan obat herbal yang nyatanya tak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan kesehatan anaknya.
“Segera ke dokter supaya bisa segera diobati. Jangan kemana-mana,” tegasnya.
Tri juga meminta masyarakat luas yang mendapati kejadian anak epilepsi yang kambuh untuk tidak panik, cukup ditemani dan memastikan bahwa tidak ada kondisi berbahaya di sekitar penderita.
Untuk pemerintah, meski tak pernah mendapatkan bantuan satu kali pun, Bunda Asyifa cukup berterima kasih karena pengobatan anaknya ditanggung oleh BPJS.
Baginya, yang terpenting adalah pemerintah semakin memperbaiki layanan kesehatan dari waktu ke waktu.
Kini, Tri memilih untuk berfokus menjalani hari-harinya. Hidup sendiri mengasuh dua anak, sementara sang suami pergi merantau ke Pulau Bali. Tak mudah baginya, namun dia memilih tak menyerah.
“Saya berusaha melewati hidup dengan tertawa. Orang lihat saya ketawa, tapi kadang kalau sendiri saya menangis. Tidak apa-apa, ini jalan hidup saya, ada banyak hikmah yang bisa saya ambil,” tandasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang