Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 12 Februari 2025, 10:51 WIB
Suci Rahayu,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ferry Irawan, seorang tattoo artist yang kini dikenal luas, menganggap profesinya lebih dari sekadar pekerjaan.

Baca juga: Perjalanan Seni Tato di Jawa Timur, Gaya Hidup yang Kian Digandrungi

Ia melihatnya sebagai bentuk dedikasi yang membuktikan bahwa kerja keras tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Saat ini, ia dikenal sebagai spesialis realis potret dan nuansa horor, dengan aktivitas yang terbagi antara Malang dan Bali.

Perjalanan Ferry dalam dunia tato dimulai dari iseng saat masih duduk di bangku SMP.

Ia mengaku tidak pernah membayangkan bahwa seni merajah tubuh ini akan menjadi jalan hidupnya.

“Mulai iseng mentato dari kelas 3 SMP sekitar tahun 1995. Waktu SMA sudah mulai banyak teman yang minat dengan karyaku, padahal dulu referensinya sedikit,” kenangnya kepada Kompas.com, Selasa (11/2/2025) malam.

Baca juga: Dodot, Seniman Tato yang Jalani Hobi dan Bisnis di Tengah Persepsi Buruk

Dengan keterbatasan informasi yang ada, Ferry mengandalkan kreativitas dan bakat yang dimilikinya.

Ia mengambil inspirasi dari motif-motif sederhana seperti batik dari seprai atau nampan.

“Dulu nggak bisa narik harga. Kalau teman ya ditanya dulu, kamu punya bujet berapa? Kalau sepakat, ya gas. Dan banyak yang suka, berarti mereka sudah percaya dengan karyaku,” tambahnya.

Seiring berjalannya waktu, hasil karyanya menyebar dari mulut ke mulut, membuatnya semakin mantap menekuni dunia tato meskipun perjalanannya tidaklah mudah.

Pada masa itu, akses informasi sangat terbatas, internet belum semudah sekarang, dan media sosial pun belum ada.

Ia harus mengandalkan imajinasi serta pengamatan visual dalam kehidupan sehari-hari.

Ferry beruntung karena di Kota Malang terdapat komunitas tato yang cukup solid.

Di sana, ia menemukan tempat untuk belajar dan berbagi pengalaman dengan sesama tattoo artist.

“Kalau peralatan zaman dulu sih kita mengikuti komunitas Tattoo Malang karena sebagai sumber informasi dan sangat membantu,” ujarnya.

Baca juga: Teguh Iwanggin, Jatuh Bangun Memperkenalkan Seni Tato di Jayapura Papua

Namun, meskipun semakin serius menekuni seni tato, ia tidak dapat menghindari stigma negatif yang melekat di masyarakat.

Terutama di lingkungan padat penduduk, ia sering mendapatkan pandangan sinis.

“Ya sempat tabu kalau di kampung, dipandang sebelah mata. Banyak yang merasa aneh juga waktu awal-awal, tapi lama kelamaan ramai, ya aman-aman saja,” ungkap Ferry.

Ia memilih untuk tetap fokus pada pekerjaannya, menjaga ketertiban, dan memastikan tidak mengganggu lingkungan sekitar.

“Saya dulu awal buka jasa tato di rumah kampung, tapi nggak ada yang sampai berbuat onar karena yang datang juga orang baik-baik saja. Akhirnya masyarakat menerima dengan perkembangan zaman ini."

"Yang penting di kampung nggak resek, diem saja. Meskipun diomongin dari belakang, nggak masalah. Yang penting kita nggak bikin onar dan kerja dengan tertib,” sambungnya.

Sebagai tattoo artist profesional, Ferry juga disiplin dalam mengatur waktu kerja dan selalu memastikan aktivitasnya selesai sebelum pukul 10 malam.

“Karena kalau di atas jam segitu sudah jelek mood-nya. Rata-rata tattoo artist seperti itu, kan juga butuh fresh. Kalau malam sudah capek,” tuturnya.

 Ferry Irawan, tattoo artist saat sedang menato kliennya di Epic Tattoo Studio di daerah Soekarno-Hatta Kota Malang, Selasa (11/2/2025) malam.KOMPAS.com/SUCI RAHAYU Ferry Irawan, tattoo artist saat sedang menato kliennya di Epic Tattoo Studio di daerah Soekarno-Hatta Kota Malang, Selasa (11/2/2025) malam.

Berkat ketekunan dan totalitasnya, ia kini menjadi tattoo artist yang diperhitungkan.

Karyanya diminati oleh pecinta tato dari dalam maupun luar negeri.

Ia bahkan pernah diundang langsung oleh seorang klien di Colorado, Amerika Serikat, yang mengagumi karyanya.

Baca juga: Bertunangan, Zendaya dan Tom Holland Buat Tato Inisial di Jari dan Tulang Rusuk

Selama dua bulan, ia menato hampir 30 orang di sana.

“Tahun 2023 kemarin dari USA Colorado, itu pun diundang langsung sama orang sana. Dia minat sama karyaku, lalu nyuruh datang ke sana buat tato dia dan teman-temannya. Mungkin tahun depan akan ke sana lagi,” tuturnya.

Meski seni tato semakin diterima, Ferry masih menghadapi tantangan, termasuk kesalahpahaman terhadap profesi ini.

Ia percaya stigma negatif akan memudar seiring perubahan zaman.

“Pelecehan yang lebih sering diantisipasi. Kalau menemukan klien yang aneh-aneh, kita sudah nggak banyak bicara dan waspada,” katanya.

Ferry menekankan pentingnya menjaga etika profesional saat bekerja.

Ia menyarankan agar klien mengenakan pakaian sopan saat melakukan tato di tempat sensitif.

“Karena zaman sekarang, apa-apa gampang viral dan banyak orang aneh-aneh,” imbuhnya.

Menurutnya, kunci bertahan di industri ini adalah disiplin dan semangat belajar yang terus-menerus.

“Pesatnya perkembangan tato bikin kita termotivasi untuk terus belajar. Dengan mengikuti zaman, nggak selamanya belajar dari yang tua saja, ada saatnya nanti yang tua belajar dari yang muda,” pungkas Ferry.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau