"Di dalam aturan tersebut ada larangan penambangan pasir (laut) karena bisa merusak lingkungan."
"Maka, di dalam DED (Detail Engineering Design) berbunyi pasir laut diubah menjadi pasir saja."
"Atas saran dan peninjauan dari PBVSI pusat, maka solusinya menggunakan pasir cengkrong dari Pasuruan," kata dia.
Kepala Disporapar Kota Malang, Baihaqi mengakui, saat KONI Jatim meninjau lapangan bola voli pantai tersebut, penggunaan pasir belum sesuai standar yang disyaratkan.
Selain itu, fasilitas olahraga tersebut belum memiliki tribun penonton, ruang ganti pemain, dan toilet.
"Saat KONI Jatim kunjungan, itu memang pada saat itu pasirnya belum sesuai standar. Kemudian beberapa sarana belum bisa mencukupi, seperti belum ada tribune penonton, ruang ganti, dan toilet," kata dia.
Pihaknya saat ini masih melakukan penyempurnaan pembenahan pasir dengan pengayakan menggunakan mesin.
Ditargetkan, lapangan voli pantai tersebut bisa digunakan atlet Kota Malang berlatih pada akhir Februari 2025 atau awal Maret 2025.
"Kalau sudah bisa, nanti butiran pasirnya bisa maksimal," kata dia.
Sehingga, sementara waktu, untuk dua lapangan voli pantai tersebut nantinya hanya bisa digunakan para atlet untuk berlatih saja.
Sedangkan, pihaknya untuk melengkapi sarana-sarana yang belum ada akan diusulkan pada anggaran APBD 2026.
"Karena DED-nya itu direncanakan dua tahun, karena kemampuan keuangan daerah belum mencukupi."
"Jadi sementara membangun lapangan dan pagarnya, seperti toilet, tribun, ruang ganti itu di tahun 2026. 2025 belum bisa, hanya pengusulan," kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang