“Kalau diterjemahkan, papan arwah yaitu nama-nama yang disembayangi atau dihormati. Nama Nabi Kongzi dan murid-muridnya,” tuturnya.
Selain itu, Klenteng Boen Bio Surabaya menjadi tempat ibadah khusus umat Khonghucu, bukan untuk umat Buddha dan Tao.
“Kalau kelenteng lain Tri Dharma, Boen Bio khusus untuk Khonghucu dan bisa dibilang ini sentralnya,” ucapnya.
Lalu, yang sulit ditemukan di daerah lain dari kelenteng ini adalah sosok lukisan wajah Presiden Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, terpanjang di sisi kanan ujung ruang doa kelenteng.
“Kita menaruh foto Gus Dur di sini sebagai penghormatan kepada Beliau atas pembelaan kepada umat Khonghucu,” ucapnya.
Baca juga: Perayaan Imlek 2025 di Solo, Simak Rekayasa Lalu Lintasnya
Bagi umat Khonghucu di Indonesia, sosok Gus Dur memang memiliki tempat istimewa tersendiri.
Pada masa kepemimpinannya, Gus Dur menghapus pembatasan-pembatasan kegiatan keagamaan umat Khonghucu yang saat itu terdiskriminasi melalui kebijakan pemerintahan.
“Supaya kita juga bisa cerita ke generasi berikutnya, jangan sampai melupakan Gus Dur. Beliau bukan hanya tokoh dalam masyarakat Islam, tetapi juga membela umat Khonghucu yang minoritas,” kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang