SURABAYA, KOMPAS.com - Berada di sekeliling ruko-ruko Pasar Kapasan Surabaya, Klenteng Boen Bio yang tertutup pagar merah menjadi saksi sejarah di Kota Pahlawan.
Selain saat waktu ibadah, pagar merah tersebut selalu tertutup rapat.
Akan tetapi, pengunjung bisa masuk melalui gang kecil yang berada di dua sisinya.
Dua pilar dengan dasar warna merah khas Tiongkok dihiasi pahatan berbentuk naga emas berdiri kokoh di halaman kelenteng.
Pilar ini menjadi simbol kemakmuran, keberuntungan, dan kesejahteraan.
Baca juga: Jajanan Legendaris Banyuwangi Raup Cuan dalam Festival Pecinan Klenteng Hoo Tong Bio
Aksara-aksara shinji berwarna hitam tertempel di dinding dan atas pintu penuh dengan makna filosofis.
Tulisan-tulisan yang sulit dipahami orang awam ini terlihat fotogenik.
Kemudian, saat berjalan mendekat ke bagian altar, Anda akan merasa sedikit menemukan perbedaan.
Altar Klenteng Boen Bio Surabaya dan ruangan utama umat dipisahkan dengan gebyok.
Gebyok yang terbuat dari kayu dihias ukiran-ukiran seni menjulang berdiri kokoh.
Wakil Ketua II bidang eksternal Klenteng, Liem Tiong Yang saat menyiapkan persembahan di Klenteng Boen Bio Surabaya, Selasa (28/1/2025)Arsitektur tradisional ini lazim ditemui pada bangunan-bangunan khas Jawa.
Empat penyangganya dan bagian atas pintu tengah dihias huruf shinji seolah memperlihatkan kuatnya unsur akulturasi Tiongkok dan Jawa.
Tak cukup sampai di situ. Ubin kuno berbentuk ketupat dengan corak bunga biru ditutup garis cokelat tua, khas ukiran Belanda.
Baca juga: Bersih-bersih Patung Dewa Jelang Imlek di Klenteng Tertua di Ternate
Pada bagian plafon kelenteng terkesan teduh meski berada di tengah-tengah panasnya Surabaya.
Wujud akulturasi yang sangat ciamik menunjukkan sikap toleransi juga bisa ditampilkan melalui bentuk bangunan bersejarah.