Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekosistem Laut Sadulang Sumenep Rusak akibat Potasium Nelayan

Kompas.com, 20 Januari 2025, 07:37 WIB
Nur Khalis,
Andi Hartik

Tim Redaksi

SUMENEP, KOMPAS.com - Tidak ada terumbu karang yang mampu selamat dari ancaman potasium. Termasuk terumbu karang yang membentang di perairan Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Pembina Karang Taruna Persada di Desa Sadulang, Kecamatan Pulau Sapeken, Rizal Mahsyar mengatakan, hampir seluruh wilayah laut di desanya berada dalam ancaman potasium.

Setiap hari, sejak 30 tahun terakhir, para nelayan dengan leluasa menggunakan potasium untuk menangkap ikan di perairan Desa Sadulang yang terdiri dari beberapa pulau di antaranya Pulau Sadulang Kecil, Saluar, Sadulang Besar dan beberapa pulau kecil yang tidak berpenghuni.

Baca juga: Efek Racun Potasium Mbah Slamet untuk Bunuh 12 Orang, Korban Muntah dan Tewas dalam 5 Menit

Padahal, daya rusak potasium terhadap karang begitu besar. Membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulihkannya.

"Kalau karang sudah mati (karena dampak potasium) sulit untuk tumbuh lagi, Mas. Setiap tahun maksimal tumbuh sekitar satu sampai dua sentimeter saja," ungkap Rizal kepada Kompas.com, Senin (20/1/2025).

Rizal menambahkan, selain merusak karang, potasium juga merusak jaring-jaring makanan dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan.

Baca juga: 600 Prajurit TNI AL Bongkar Pagar Laut Ilegal di Tangerang yang Rugikan Nelayan

Rusaknya terumbu karang juga mempengaruhi kualitas ikan yang ada di perairan tersebut. Jenis ikan seperti ikan kerapu sulit ditemukan.

"Kalau karangnya dan jaring makanannya rusak, ikan yang bagus tidak akan mendekat," tambahnya.

Menurut Rizal, penggunaan potasium oleh para nelayan di Kepulauan Sapeken, khususnya di Desa Sadulang, sudah menjadi ancaman yang serius. Setiap hari, nelayan yang menggunakan potasiun mudah ditemukan di wilayahnya.

"Kalau di Desa Sadulang, setiap hari ada sekitar 10 perahu nelayan menggunakan potasium," jelasnya.

Rizal meyakini, hingga saat ini para nelayan yang ada di 11 desa di Kecamatan Pulau Sapeken masih menggunakan potasium untuk menangkap ikan.

Sebab, kesadaran nelayan atas dampak penggunaan potasium masih sangat rendah dan para nelayan hanya mementingkan agar tangkapan ikannya melimpah.

"Para nelayan ingin mendapatkan ikan dengan mudah, tanpa memikirkan dampaknya (ke depan)," keluhnya.

Ket. Foto: Suasana di pesisir desa Sadulang yang tenangKOMPAS.com/ Nur Khalis Ket. Foto: Suasana di pesisir desa Sadulang yang tenang
Di samping itu, kebiasaan menggunakan potasium sudah terjadi secara turun-temurun. Meskipun beberapa nelayan mengetahui dampak buruk dari penggunaan potasium, mereka mengacuhkannya.

"Ada beberapa nelayan yang tahu bahwa potasium dilarang, karena merusak, tapi mereka tetap menggunakannya," terang Rizal.

Akibat masifnya kerusakan ekosistem laut di Desa Sadulang, kini para nelayan harus melaut lebih jauh untuk mendapatkan tangkapan ikan.

Mereka harus melaut ke utara Pulau Sapeken, yang harus ditempuh sekitar tiga sampai empat jam perjalanan menggunakan perahu.

"Karena yang dekat-dekat sudah rusak (karangnya)," katanya.

Baca juga: Homestay Kasur Pasir, Berlibur Sambil Terapi Kesehatan di Sumenep

Respons pemerintah

Pj Kepala Desa Sadulang, Sapuli, menepis bahwa nelayan yang menggunakan potasium saat menangkap ikan adalah warga desa setempat.

"Kemungkinan dari desa tetangga yang menangkap ikan di wilayah kami (menggunakan potasium)," katanya.

Memasuki tahun kedua sebagai Pj kades, Sapuli mengaku tidak pernah ada sosialisasi dari pihak berwenang tentang bahaya potasium atau penyelamatan ekosistem laut secara umum.

"Terakhir tahun 2015 ada inisatif dari desa untuk melakukan patroli laut, sekarang sudah tidak ada lagi," ingatnya.

Baca juga: Dibekuk, 2 Pemuda yang Gelar Pesta Sabu di Taman Jajanan Rakyat Sumenep

Sementara itu, Camat Kepulauan Sapeken, Aminullah meyakini, para nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan potasium terjadi di seluruh wilayah kepulauan Sumenep.

"Hampir secara keseluruhan kalau di wilayah kepulauan. Pemanfaatan itu (potasium)," kata Aminullah saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (20/1/2025).

Maskipun penggunaan potasium marak terjadi, Aminullah menyatakan bahwa bahan sianida yang merusak ekosistem laut itu tidak dijual bebas di wilayah Kecamatan Pulau Sapeken.

"Di Sapeken belum ada yang memasarkan (potasium) secara bebas. Kami bisa pastikan itu," tegasnya.

Namun demikian, Aminullah enggan untuk menduga-duga dari mana bahan potasium tersebut didatangkan. Dia hanya menyatakan bahwa ada sebagian nelayan di Pulau Sapeken yang menangkap ikan lintas kabupaten bahkan provinsi.

Menurutnya, penggunaan potasium saat menangkap ikan seharusnya segera dihentikan. Sebab dampak dari kerusakannya akan terasa hingga lima sampai sepuluh tahun ke depan.

"Jangan tukar masa depan anak cucu kita dengan kepentingan sesaat," harapnya.

Dulu mencari ikan untuk lauk pauk sangat mudah dan dekat dari bibir pantai. Namun hari ini nelayan harus menempuh jarak yang jauh untuk bisa mendapatkan ikan.

Aminullah menyebut, upaya pencegahan seperti penyuluhan ke sejumlah desa, terutama yang para nelayannya diduga sering menggunakan potasium, sudah sering dilaksanakan.

Penyuluhan itu digelar dengan melibatkan lintas sertor antara pihak kecamatan, TNI, Polri, kepala desa dan nelayan.

"Sekarang nelayan yang menggunakan potasium sudah menurun," klaimnya.

Ilustrasi nelayan.KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Ilustrasi nelayan.
Upaya penegakan hukum bersama aparat kepolisian juga terus diintensifkan. Operasi tangkap tangan juga sudah dilakukan dengan menyasar para nelayan yang diduga kuat menggunakan potasium saat menangkap ikan.

"Saat ada yang tertangkap, kami selalu kawal proses hukumnya. Terakhir antara tahun 2022 dan 2023 ada nelayan yang ditangkap," jelasnya.

Menyelamatkan ekosistem laut Sadulang

Kapolsek Sapeken, Iptu Taufik Rahman menegaskan, setiap nelayan yang menggunakan potasium saat menangkap ikan telah melanggar hukum. Sebab potasium dilarang.

"Kami akan terus berusaha menindak tegas nelayan yang gunakan potasium. Sebab itu merusak ekosistem laut," jelasnya.

Taufik juga berharap seluruh pihak berperan aktif dalam meminimalisasi penggunaan potasium yang masih terjadi secara masif dan turun-temurun.

Menyelamatkan ekosistem laut di Desa Sadulang sudah sangat mendesak. Tanggung jawab tersebut salah satunya diemban oleh Karang Taruna Persada yang telah dibentuk sejak tahun 2017.

Karang Taruna ini telah memiliki sekitar 40 lebih anggota yang mayoritas adalah nelayan dan secara usia masih muda. Sejak dibentuk delapan tahun yang lalu, karang taruna ini terus aktif mengkampayekan gerakan menangkap ikan tanpa potasium.

Sejumlah cara telah mereka lakukan untuk mengkampanyekan gerakan tersebut. Di antaranya menempelkan poster yang berisi informasi bahaya potasium bagi ekosistem laut.

Puluhan poster tersebut ditempel di sejumlah dusun, yang biasanya sering dilewati oleh para nelayan yang akan menangkap ikan.

Mereka secara berkala juga melakukan transplantasi karang di sejumlah area yang sudah rusak akibat potasium dan juga aktif menanam mangrove.

Pembina Karang Taruna Persada, Rizal Mahsyar menyatakan, yang paling mendesak adalah adanya aturan ketat, semisal peraturan desa (perdes) yang melarang pengunaan potasium saat menangkap ikan di laut.

Selain berisi larangan, aturan tersebut juga harus disertai sanksi tegas bagi nelayan yang melanggar. Sebab, selama ini maraknya penggunaan potasium juga dikarenakan tidak adanya sanksi tegas bagi nelayan yang menggunakannya.

"Dulu di Sadulang aturannya pernah ada. Pernah juga patroli. Tapi hanya sebentar," jelasnya.

Rizal juga berharap agar pengusaha keramba untuk tidak membeli ikan tangkapan nelayan yang menggunakan potasium.

"Sekarang masih dibeli semuanya, yang pakai potasium atau hasil memancing, semuanya dibeli," kata Rizal.

Menurutnya, saat pengusaha keramba tidak membeli ikan dari nelayan yang menggunakan potasium, hal itu bisa menjadi salah satu upaya untuk menekan penggunaan potasium di laut Pulau Sadulang.

"Kalau ikan yang hasil potasium juga dibeli, jadi susah, mata rantainya akan terus bekerja," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau