“Saya bawa beberapa fotonya bintang film terus mereka pilih mau direpro sama siapa. Saya fotonya pakai kamera analog, tapi lensa depannya ditambah kaca pembesar,” sambung dia.
Zaman dulu, repro foto atau menyalin utuh dari foto yang sudah jadi dilakukan secara manual. Berbeda dengan saat ini yang mudah menggunakan aplikasi atau AI untuk membuat rekayasa foto.
“Kalau sekarang tinggal diedit. Dulu fotonya dipotong terus ditempelkan dipoles pakai spidol. Jadi seolah-olah pelanggan berfoto dengan model bintang film itu,” kata dia.
Bowo menyadari, menawarkan jasa repro foto ke pelanggan kalangan PSK bukanlah hal mudah. Dia harus memiliki benteng agar dirinya tidak ikut menjadi pelanggan.
“Di sana pengaruhnya kuat sekali. Saya berani terjun ke situ karena punya bekal, kalau tidak pasti ikut anak-anak di situ,” ucap dia.
Suatu ketika, Bowo pernah diminta seorang PSK untuk difoto tanpa busana. Dengan lantang Bowo langsung menolak dengan alasan takut membawa sial.
“Teman saya ada yang ditawarin foto telanjang terus besoknya dia sial. Tiga hari tidak dapat pelanggan, makanya saya tidak mau,” kata dia sambil mengingat momen itu.
Selama 25 tahun bekerja sebagai fotografer di kawasan lokalisasi, Bowo pun paham dengan seluk beluk Gang Dolly yang kini sudah ditutup permanen, sejak kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
“Sejak ditutup sudah tidak pernah ke sana lagi, terus geser di sini (KBS) terus sampai sekarang. Kalau sebelumnya pagi di sini, malam di sana,” sebut dia.
Baca juga: Kisah Ujang Merintis Usaha Servis Panci, Strategi Sukses Tanpa Meminjam
Lalu, selama 36 tahun menggeluti bidang fotografi, Bowo mangaku lebih nyaman menggunakan kamera analog Canon STB dibanding digital yang baru dia pakai sejak tahun 2010.
“Dulu jadi fotografer itu sulit. Kalau pakai analog kuncinya cuma tiga; diafragma, kecepatan, dan meteran. Kalau meteran tidak sesuai hasilnya kabur, kalau diafragma tidak sesuai jadi tipis,” sebut dia.
Teknologi semakin canggih, berbagai kemudahan mudah didapatkan. Tapi toh tak mengurangi kecintaan Bowo terhadap dunia fotografi.
“Menurut saya fotografer itu pekerjaan ringan dan nggak berat. Makanya saya dalami pekerjaan ini sampai 36 tahun,” ucap dia.
Meninggalkan istri dan kedua anaknya di kampung halaman, Bowo tak tahu sampai kapan harus menetap di Surabaya. Apalagi sekarang usianya sudah tidak muda lagi.
“Masih belum (pulang kampung), tapi seminggu sekali saya pulang. Mungkin sampai 60 tahunan saya di sini, saya masih kuat juga kok,” cetus dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang